Cerpen 'VI’SUALISASI CINTA ~Chandra Widy Hartato~





            “Mbem, maaf aku nggak bisa datang ke acaramu, thanks! Aku harap tembem mendengar voice message-ku setelah dia pulang kuliah. Sebenarnya aku menyesal tidak dapat menemani Nadia ke acara ulang tahun Firza. Ah, hanya acara ulang tahun.Masih ada waktu lagi bersama Nadia. Bagiku, ada satu hal yang lebih penting dari seorang Nadia.
            Yah, aku sudah lama tidak membuka koleksi file ‘terpenting’ ku. Tiga file yang masih update dan aku ingin membukanya karena rasa penasaran. Satu judul file ini yang membuat hatiku bertanya. Jantungku bukan berdebar karena ketakutan melainkan ingin menemukan sesuatu yang lain dari biasanya. Semoga saja judul file yang kupilih ini merupakan satu-satunya  yang membuat semua pertanyaanku terjawab.
            “Ah...eh....”bisikku mendesah. Mataku mulai konsentrasi pada satu hal. Benar, ini yang kucari. Wajahnya begitu menawan sampai aku tak ingin merusak visualisasi ini. Kedua tangannya benar-benar terlihat bahwa ia mahir menghalau sebilah pedang pusaka walaupun jari-jari jemarinya menari dengan lembut. Rasanya aku semakin ingin menjamahnya lebih dari sekedar bayangan di balik layar screen. Aku ingin tahu seberapa hebat wanita itu saat bergulat dengan pedang musuh.
            Namun, kenyataannya file ini masih misteri. Nyatanya, aku belum menemukan posisi yang pas saat ia memainkan pedang pusaka tersebut. Aku pikir lawan wanita itu sangat bodoh. Musuh wanita itu tidak dapat menempatkan senjatanya ke tempat yang semestinya. Aku marah saat adegan itu terjadi di tengah-tengah cerita. Benar-benar merusak visualisasiku. Tapi, wanita cantik itu juga salah. Seharusnya, ia bisa menghalau pedang itu secara perlahan-lahan sehingga bisa merebut senjata itu dengan mantap. Dan, aku ingin wanita itulah yang menempatkan senjata itu sendiri. Tidak.... aku tetap saja marah. Bagaimanapun senjata itu kuno dan jelek. Wanita itu lebih pantas dengan senjata buatanku sendiri. Aku sudah bisa membayangkan bagaimana hebatnya senjata yang kumiliki jika menyerang wanita itu. Pastinya, dia tak berkutik. Aku rasa file ini kurang begitu bagus. Posisi wanita ini tidak sempurna. Ada satu hal yang harus ia lakukan saat memegang senjata dan itu masih harus kucari hingga saat ini.
            “Sudahlah, percuma....kau tidak akan menemukan file yang kamu maksud itu! “Bentak Sardi.
            “Diamlah! Aku lebih tahu soal file itu daripada kamu,”aku mengelak.
            “File itu tidak akan ketemu sampai Tuhan mengizinkan.”
            “Tuhan pasti mengizinkan.”
            “Darimana kau tahu?”
            “Dari usaha kerasku, Sar! Tuhan akan memberikan jawaban bagi orang yang bekerja keras, bukankah begitu?”
            “Kerja keras? Tapi apakah kerjaan seperti ini menuai hasil?” Sardi menegaskan sekali lagi.
            “Hasilnya akan kunikmati sendiri, apa itu masalah buatmu? Toh, masalah ini juga nggak mengganggu hidupmu kan? Aku paling nggak suka ada orang yang menghalangiku seperti ini.
            “Novan, please sekali ini aja, kamu nggak usah lanjutkan kerjaan ini. Ada kegiatan yang lebih asyik dari ini semua.” Sardi berusaha membujukku. Aku tetap tidak memedulikannya. Sardi belum tahu bagaimana asyiknya proyek kerja yang aku jalankan selama ini. Aku tidak hanya sekedar mengumpulkan file ini tetapi ingin menemukan dimana letak kesempurnaan visualisasi yang aku dapatkan.
            “Ingat Nadia. Van!” Sardi menasihatiku.
            “Sar, soal Nadia sama aku itu urusanku. Kamu nggak usah ikut campur masalah hubunganku, urus kamu sendiri!
            “Yah, nggak gitu Van. Akhir-akhir ini Nadia...” Sardi belum sempat menyelesaikan perkataannya karena kupotong.
            “Kamu sendiri belum punya pacar kan? Urusin kamu sendiri deh. Aku nggak butuh nasihatmu, Sar. Aku lebih berpengalaman masalah ini daripada kamu.”
Ekspresi Sardi mendadak kecut. Aku tidak peduli dia marah padaku. Itu yang pantas ia terima karena sudah meremehkanku dalam hal ini. Lebih baik sendirian menikmati proyek kerja yang kujalankan daripada berdua dengan teman yang sangat membuatku tidak nyaman. Aku benar-benar risih karena Sardi terus-menerus memupuskan harapanku dengan ceramahnya.
“Aku pergi kalau begitu!”pamit Sardi. Aku tetap berkonsentrasi pada satu hal tanpa memedulikan Sardi sedikitpun.
Sepertinya, aku harus mencari file di sumber lain. Tanda cross ketiga aku buat lagi di alamat kosong itu. Tampaknya, ada satu file lagi yang belum sempat aku ambil. Yah, semoga kali ini jawabannya ketemu. Ada satu pemain wanita lagi yang tampaknya lebih mahir daripada wanita sebelumnya. Kali ini senjatanya bukan pedang melainkan samurai yang tajamnya bukan main. Entah, seberapa besar wanita itu lihai menghalau senjata itu.
“Bagus, adegan awal sangat sempurna, lanjutkan ayo..!!” aku mulai bersemangat dengan visualisasi ini.
Wanita itu bergulat dengan lincah sambil meliuk-liuk. Tajamnya samurai tak menghalanginya untuk takut pada lancipnya mata pisau itu. Ia terus saja menghalau senjata itu dengan perlahan-lahan tetapi pasti. Aku menikmati adegan itu tahapan demi tahapan. Yah, ini bagaikan mimpi dalam lautan lepas yang dapat kujamah. Aku merasa benar-benar masuk dalam adegan yang mampu membasahi semua khayalanku. Wanita itu masih saja berperang. Berperang dengan sekuat tenaga. Wanita itu terus mengerang melawan musuh dengan kucuran keringat yang tentunya tidak sia-sia. Suasana semakin memanas saat musuh hendak menancapkan samurainya. Dan, ah..... ini hampir sempurna. Sekali lagi.......
“Tung...teng..tong....”suara ponsel membuyarkan keasyikanku. Lagi-lagi Sardi meneleponku.
“Aduh, ganggu aja!”Suaraku terdengar kesal saat Sardi menelepon.
“Van, aku sudah menemukan file yang sesuai dengan harapanmu.” Suara Sardi terbata-bata di akhir penekanan.
“Beneran, Sar? Bagaimana kamu tahu kalau itu file yang kumaksud?”
“Lebih baik kamu segera ke tempat kost ku!” ajak Sardi.
            Aku heran mengapa Sardi mendadak tahu dengan file yang selama ini kucari-cari. Apa dia tahu isi pikiranku? Ah, sudahlah. Tidak ada salahnya aku datang ke tempat kostnya. Ada beberapa praduga. Pertama, bisa saja file yang ditemukan menurut Sardi itu benar tetapi menurutku salah. Kedua, file yang menurutku benar tetapi menurut Sardi, file itu tidak sepenuhnya benar. Atau, pemikiran yang kumaksud memang benar-benar sama dengan pemikirannya. Daripada terlalu banyak pikiran, lebih baik aku buktikan sendiri ke tempat kost Sardi.
***
            “Ini filenya.” Sardi menyodorkan flashdisk bewarna biru itu kepadaku.
            “Tapi, bukankah kamu....”kali ini Sardi memotong perkataanku.
            “Tuhan memberikan jawaban bagi orang yang berusaha dengan keras.” Sardi meletakkan flashdisk itu dalam genggamanku. Sardi memberikan isyarat dengan gerakannya agar aku segera melihat isi jawaban dari file itu. Sardi menuding ke arah laptopnya. Sepertinya, Sardi mengizinkan aku meminjam laptopnya sebelum aku memintanya.
            “Kali ini lakon ceritanya orang lokal.”Tegas Sardi.
            Visualisasi wanita itu lain daripada yang lain. Benar-benar eksotis. Awal adegan cukup membuatku dirundung kebosanan. Aku tidak dapat melihat wanita itu cantik, menawan atau tidak. Ia memainkan musuhnya dari posisi belakang. Semakin lama, ternyata gadis lokal ini lihai juga menghalau musuh. Yah, lebih lincah daripada sebelumnya. Gerakannya dalam bermain senjata semakin membuat jantungku berdebar. Berdebar menunggu ending dari peperangan ini. Boleh juga, adegannya tidak kalah dengan lakon wanita yang kulihat sebelumnya. Senjata itu hampir saja menancap tapi tiba-tiba Sardi menghentikannya.
            “Sar, masih seru-serunya, jawabannya hampir ketemu tapi kamu....” Lagi-lagi Sardi memotong pembicaraanku.
            “Ssssst...kamu ingin tahu kan wanita ini siapa?”
            Sardi melanjutkan adegan visualisasi wanita itu. Rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Saat ia berbalik ke arah depan, rasanya aku semakin familiar dengan wajah wanita itu. Pasti artis terkenal atau memang bintang film ‘keren’. Tapi, dia bukan artis. Saat semua rambutnya disibakkan dengan jari-jemari musuhnya, aku semakin mengenalnya. Dia.... tidak mungkin....nggak...pasti ini file palsu. Kenikmatan adegan ini tiba-tiba berubah menjadi senjata tajam yang menghunus ke pemilik nya sendiri.
            “Nad...Nad...Na...dia....” Mataku melirik ke arah Sardi. Sardi menganggukkan kepalanya dan berusaha meyakinkan aku jika wanita itu adalah Nadia.
            Jiwaku bagai tersambar petir. Semua urat nadi serasa meregang bagai dihempas ombak ganas. Air mataku mulai mengucur. Wanita yang selama ini kupercaya sebagai wanita masa depanku tiba-tiba dihunus dengan senjata lain. Senjata yang secara ilegal bahkan bukan tempatnya, secara paksa menghunus wanita yang selama ini kujaga dari senjata-senjata tersebut. Namun,pada akhirnya wanitaku satu-satunya lebih memilih untuk terbunuh dengan senjata itu. Tidak, aku benci adegan ini walaupun pemeran utama itu berusaha menampilkan gerakan yang indah sekalipun. Aku muak, jijik, serasa ingin muntah. Tiba-tiba aku berlari ke kamar mandi dengan maksud mengeluarkan semua rasa mual yang kuralami.
            Aku menagis setelah melihat kekasihku dengan senangnya dihunus oleh senjata yang tidak seharusnya itu. Benar, kerja kerasku menuai hasil. Tapi, Tuhan memberitahukan hasil kerja kerasku dengan cara yang lain.
            “Maaf, aku mendapatkan file ini secara diam-diam. Aku tidak bermaksud menghancurkanmu. Aku hanya ingin memberitahu bahwa kekasihmu bermain dalam adegan yang selama ini ingin kamu cari jawabannya. “Sardi tertunduk dengan rasa bersalah.
            “Terima kasih, mulai saat ini aku hentikan proyek ‘vi’sualisaiku ini. Aku trauma dengan ‘vi’sualiasi yang terakhir kali kulihat.”

            “Benarkah, Van. Aku nggak salah dengar kan?” Tanya Sardi.
            “Yah, aku bertekad menatap visualisasi yang lebih nyata dan lebih pantas. Tuhan sudah mengizinkanku dengan caraNya melewati file terakhir tadi.
***

            Tak lama kemudian kumpulan file itu kulenyapkan baik dalam memori laptop maupun memoriku sendiri. Biarkan saja Nadia menghilang bersama memori itu karena Tuhan pasti akan menemukanku dengan Nadia yang lebih pantas darinya.
Selamat pagi dunia! Seberkas cahaya matahari pagi menerangi titik-titik embun di halaman belakang. Visualisasi kali ini benar-benar nyata setelah menatap keindahan dari sang Maha Cinta. Inilah kenikmatan yang sesungguhnya. Semoga hari ini adalah awal dari visualisasi indahku.
(Tamat)         



Comments

NDOPROK said…
(User:Chandra) Komennya ditunggu mas bro?
NDOPROK said…
wadah bosku, aku kena alur ceritanya,,, sampek lost thinking. kurang fokus menghayati ceritanya. tapi bagus.. :D