“Mbem, maaf aku nggak bisa datang ke
acaramu, thanks! Aku harap tembem mendengar voice message-ku
setelah dia pulang kuliah. Sebenarnya aku menyesal tidak dapat menemani Nadia
ke acara ulang tahun Firza. Ah, hanya acara ulang tahun.Masih ada waktu lagi
bersama Nadia. Bagiku, ada satu hal yang lebih penting dari seorang Nadia.
Yah, aku sudah lama tidak membuka
koleksi file ‘terpenting’ ku. Tiga file yang masih update dan aku ingin
membukanya karena rasa penasaran. Satu judul file ini yang membuat hatiku
bertanya. Jantungku bukan berdebar karena ketakutan melainkan ingin menemukan
sesuatu yang lain dari biasanya. Semoga saja judul file yang kupilih ini
merupakan satu-satunya yang membuat semua
pertanyaanku terjawab.
“Ah...eh....”bisikku mendesah. Mataku
mulai konsentrasi pada satu hal. Benar, ini yang kucari. Wajahnya begitu
menawan sampai aku tak ingin merusak visualisasi ini. Kedua tangannya benar-benar
terlihat bahwa ia mahir menghalau sebilah pedang pusaka walaupun jari-jari
jemarinya menari dengan lembut. Rasanya aku semakin ingin menjamahnya lebih
dari sekedar bayangan di balik layar screen. Aku ingin tahu seberapa
hebat wanita itu saat bergulat dengan pedang musuh.
Namun, kenyataannya file ini masih
misteri. Nyatanya, aku belum menemukan posisi yang pas saat ia memainkan pedang
pusaka tersebut. Aku pikir lawan wanita itu sangat bodoh. Musuh wanita itu
tidak dapat menempatkan senjatanya ke tempat yang semestinya. Aku marah saat
adegan itu terjadi di tengah-tengah cerita. Benar-benar merusak visualisasiku.
Tapi, wanita cantik itu juga salah. Seharusnya, ia bisa menghalau pedang itu
secara perlahan-lahan sehingga bisa merebut senjata itu dengan mantap. Dan, aku
ingin wanita itulah yang menempatkan senjata itu sendiri. Tidak.... aku tetap
saja marah. Bagaimanapun senjata itu kuno dan jelek. Wanita itu lebih pantas
dengan senjata buatanku sendiri. Aku sudah bisa membayangkan bagaimana hebatnya
senjata yang kumiliki jika menyerang wanita itu. Pastinya, dia tak berkutik.
Aku rasa file ini kurang begitu bagus. Posisi wanita ini tidak sempurna. Ada
satu hal yang harus ia lakukan saat memegang senjata dan itu masih harus kucari
hingga saat ini.
“Sudahlah, percuma....kau tidak akan
menemukan file yang kamu maksud itu! “Bentak Sardi.
“Diamlah! Aku lebih tahu soal file
itu daripada kamu,”aku mengelak.
“File itu tidak akan ketemu sampai
Tuhan mengizinkan.”
“Tuhan pasti mengizinkan.”
“Darimana kau tahu?”
“Dari usaha kerasku, Sar! Tuhan akan
memberikan jawaban bagi orang yang bekerja keras, bukankah begitu?”
“Kerja keras? Tapi apakah kerjaan
seperti ini menuai hasil?” Sardi menegaskan sekali lagi.
“Hasilnya akan kunikmati sendiri,
apa itu masalah buatmu? Toh, masalah ini juga nggak mengganggu hidupmu kan? Aku
paling nggak suka ada orang yang menghalangiku seperti ini.
“Novan, please sekali ini
aja, kamu nggak usah lanjutkan kerjaan ini. Ada kegiatan yang lebih asyik dari
ini semua.” Sardi berusaha membujukku. Aku tetap tidak memedulikannya. Sardi
belum tahu bagaimana asyiknya proyek kerja yang aku jalankan selama ini. Aku
tidak hanya sekedar mengumpulkan file ini tetapi ingin menemukan dimana letak
kesempurnaan visualisasi yang aku dapatkan.
“Ingat Nadia. Van!” Sardi
menasihatiku.
“Sar, soal Nadia sama aku itu
urusanku. Kamu nggak usah ikut campur masalah hubunganku, urus kamu sendiri!
“Yah, nggak gitu Van. Akhir-akhir
ini Nadia...” Sardi belum sempat menyelesaikan perkataannya karena kupotong.
“Kamu sendiri belum punya pacar kan?
Urusin kamu sendiri deh. Aku nggak butuh nasihatmu, Sar. Aku lebih berpengalaman
masalah ini daripada kamu.”
Ekspresi
Sardi mendadak kecut. Aku tidak peduli dia marah padaku. Itu yang pantas ia
terima karena sudah meremehkanku dalam hal ini. Lebih baik sendirian menikmati
proyek kerja yang kujalankan daripada berdua dengan teman yang sangat membuatku
tidak nyaman. Aku benar-benar risih karena Sardi terus-menerus memupuskan harapanku
dengan ceramahnya.
“Aku
pergi kalau begitu!”pamit Sardi. Aku tetap berkonsentrasi pada satu hal tanpa
memedulikan Sardi sedikitpun.
Sepertinya,
aku harus mencari file di sumber lain. Tanda cross ketiga aku buat lagi
di alamat kosong itu. Tampaknya, ada satu file lagi yang belum sempat aku
ambil. Yah, semoga kali ini jawabannya ketemu. Ada satu pemain wanita lagi yang
tampaknya lebih mahir daripada wanita sebelumnya. Kali ini senjatanya bukan
pedang melainkan samurai yang tajamnya bukan main. Entah, seberapa besar wanita
itu lihai menghalau senjata itu.
“Bagus,
adegan awal sangat sempurna, lanjutkan ayo..!!” aku mulai bersemangat dengan
visualisasi ini.
Wanita
itu bergulat dengan lincah sambil meliuk-liuk. Tajamnya samurai tak menghalanginya
untuk takut pada lancipnya mata pisau itu. Ia terus saja menghalau senjata itu
dengan perlahan-lahan tetapi pasti. Aku menikmati adegan itu tahapan demi
tahapan. Yah, ini bagaikan mimpi dalam lautan lepas yang dapat kujamah. Aku
merasa benar-benar masuk dalam adegan yang mampu membasahi semua khayalanku. Wanita
itu masih saja berperang. Berperang dengan sekuat tenaga. Wanita itu terus
mengerang melawan musuh dengan kucuran keringat yang tentunya tidak sia-sia. Suasana
semakin memanas saat musuh hendak menancapkan samurainya. Dan, ah..... ini
hampir sempurna. Sekali lagi.......
“Tung...teng..tong....”suara
ponsel membuyarkan keasyikanku. Lagi-lagi Sardi meneleponku.
“Aduh,
ganggu aja!”Suaraku terdengar kesal saat Sardi menelepon.
“Van,
aku sudah menemukan file yang sesuai dengan harapanmu.” Suara Sardi
terbata-bata di akhir penekanan.
“Beneran,
Sar? Bagaimana kamu tahu kalau itu file yang kumaksud?”
“Lebih
baik kamu segera ke tempat kost ku!” ajak Sardi.
Aku heran mengapa Sardi mendadak
tahu dengan file yang selama ini kucari-cari. Apa dia tahu isi pikiranku? Ah,
sudahlah. Tidak ada salahnya aku datang ke tempat kostnya. Ada beberapa
praduga. Pertama, bisa saja file yang ditemukan menurut Sardi itu benar tetapi
menurutku salah. Kedua, file yang menurutku benar tetapi menurut Sardi, file
itu tidak sepenuhnya benar. Atau, pemikiran yang kumaksud memang benar-benar
sama dengan pemikirannya. Daripada terlalu banyak pikiran, lebih baik aku
buktikan sendiri ke tempat kost Sardi.
***
“Ini filenya.” Sardi menyodorkan
flashdisk bewarna biru itu kepadaku.
“Tapi, bukankah kamu....”kali ini
Sardi memotong perkataanku.
“Tuhan memberikan jawaban bagi orang
yang berusaha dengan keras.” Sardi meletakkan flashdisk itu dalam genggamanku.
Sardi memberikan isyarat dengan gerakannya agar aku segera melihat isi jawaban
dari file itu. Sardi menuding ke arah laptopnya. Sepertinya, Sardi mengizinkan
aku meminjam laptopnya sebelum aku memintanya.
“Kali ini lakon ceritanya orang
lokal.”Tegas Sardi.
Visualisasi wanita itu lain daripada
yang lain. Benar-benar eksotis. Awal adegan cukup membuatku dirundung
kebosanan. Aku tidak dapat melihat wanita itu cantik, menawan atau tidak. Ia
memainkan musuhnya dari posisi belakang. Semakin lama, ternyata gadis lokal ini
lihai juga menghalau musuh. Yah, lebih lincah daripada sebelumnya. Gerakannya
dalam bermain senjata semakin membuat jantungku berdebar. Berdebar menunggu
ending dari peperangan ini. Boleh juga, adegannya tidak kalah dengan lakon
wanita yang kulihat sebelumnya. Senjata itu hampir saja menancap tapi tiba-tiba
Sardi menghentikannya.
“Sar, masih seru-serunya, jawabannya
hampir ketemu tapi kamu....” Lagi-lagi Sardi memotong pembicaraanku.
“Ssssst...kamu ingin tahu kan wanita
ini siapa?”
Sardi melanjutkan adegan visualisasi
wanita itu. Rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Saat ia berbalik ke arah
depan, rasanya aku semakin familiar dengan wajah wanita itu. Pasti artis
terkenal atau memang bintang film ‘keren’. Tapi, dia bukan artis. Saat semua
rambutnya disibakkan dengan jari-jemari musuhnya, aku semakin mengenalnya.
Dia.... tidak mungkin....nggak...pasti ini file palsu. Kenikmatan adegan ini
tiba-tiba berubah menjadi senjata tajam yang menghunus ke pemilik nya sendiri.
“Nad...Nad...Na...dia....” Mataku
melirik ke arah Sardi. Sardi menganggukkan kepalanya dan berusaha meyakinkan
aku jika wanita itu adalah Nadia.
Jiwaku bagai tersambar petir. Semua
urat nadi serasa meregang bagai dihempas ombak ganas. Air mataku mulai
mengucur. Wanita yang selama ini kupercaya sebagai wanita masa depanku tiba-tiba
dihunus dengan senjata lain. Senjata yang secara ilegal bahkan bukan tempatnya,
secara paksa menghunus wanita yang selama ini kujaga dari senjata-senjata
tersebut. Namun,pada akhirnya wanitaku satu-satunya lebih memilih untuk
terbunuh dengan senjata itu. Tidak, aku benci adegan ini walaupun pemeran utama
itu berusaha menampilkan gerakan yang indah sekalipun. Aku muak, jijik, serasa
ingin muntah. Tiba-tiba aku berlari ke kamar mandi dengan maksud mengeluarkan
semua rasa mual yang kuralami.
Aku menagis setelah melihat
kekasihku dengan senangnya dihunus oleh senjata yang tidak seharusnya itu.
Benar, kerja kerasku menuai hasil. Tapi, Tuhan memberitahukan hasil kerja
kerasku dengan cara yang lain.
“Maaf, aku mendapatkan file ini
secara diam-diam. Aku tidak bermaksud menghancurkanmu. Aku hanya ingin
memberitahu bahwa kekasihmu bermain dalam adegan yang selama ini ingin kamu
cari jawabannya. “Sardi tertunduk dengan rasa bersalah.
“Terima kasih, mulai saat ini aku
hentikan proyek ‘vi’sualisaiku ini. Aku trauma dengan ‘vi’sualiasi yang
terakhir kali kulihat.”
“Benarkah, Van. Aku nggak salah
dengar kan?” Tanya Sardi.
“Yah, aku bertekad menatap visualisasi
yang lebih nyata dan lebih pantas. Tuhan sudah mengizinkanku dengan caraNya
melewati file terakhir tadi.
***
Tak lama kemudian kumpulan file itu
kulenyapkan baik dalam memori laptop maupun memoriku sendiri. Biarkan saja
Nadia menghilang bersama memori itu karena Tuhan pasti akan menemukanku dengan
Nadia yang lebih pantas darinya.
Selamat
pagi dunia! Seberkas cahaya matahari pagi menerangi titik-titik embun di
halaman belakang. Visualisasi kali ini benar-benar nyata setelah menatap keindahan
dari sang Maha Cinta. Inilah kenikmatan yang sesungguhnya. Semoga hari ini
adalah awal dari visualisasi indahku.
(Tamat)
Comments