Hajar Dia, Evika!
Oleh
Chandra W.Hartato
![]() |
Source:https://www.layar.id/film-asia/film-animasi-name-ketika-roh-bertukar-tempat/ |
Mereka bilang gue paling ditakuti di
sekolah ini. Bukan karena badan gue segede hulk atau juga segempal aming yang
udah fitness bertahun-tahun. Gue juga nggak punya tato sangar layaknya yakuza. Gue juga nggak pakai tindik
dimana-mana. Kurang kerjaan. Menyakiti diri sendiri bukan hobiku. Tapi gue
senang membuat orang jengkel di sekitar sekolah ini.
Inilah gue. Gue adalah anak dari
pemilik sekolah ini. Senang rasanya gue bisa bebas. Bebas menentukan suatu
aturan yang bisa gue ubah tanpa harus mengikuti prosedur yang ada. Jangan
dikira gue egois. Siapa yang bilang egois? Jawabannya adalah iya. Gue bisa
nyontek ujian tanpa sungkan melotot kesana kemari dan melompati pagar belakang
sekolah seenaknya jika terlambat. Memang, tindakan gue ini nggak patut ditiru
oleh siswa pada umumnya. Itulah enaknya gue disini.
“Stop!”
Gue menghentikan salah satu siswa kelas X yang hendak mengambil kursi
kantin.”Siapa yang nyuruh lo duduk disitu?” Pertanyaanku itu membuat pemuda itu
sedikit emosi. “Ini tempat duduk khusus gue. Lo nggak berhak boking nih
tempat.”
“Gue juga bayar sekolah
disini.”Pemuda berkacamata itu tetap saja mengambil kursi tersebut tanpa
memedulikanku.
“Lo jangan blagu.” Gue maju beberapa
langkah untuk berhadapan langsung dengan anak itu.” Lo tau siapa gue?”
“Iya, gue tahu lo Metro Ervanda.”
Pemuda itu membenahi kacamatanya.
“Lo jangan macem-macem sama gue!.
Gua bisa aja membuat lo menderita disini.” Gue semakin jengkel ngelihat tatapan
matanya yang berusaha sok berani.
“Gua nggak takut sama lo.”Jawab
lelaki berbadan kurus itu.
“Lo nantangin gue? Perlu dikasih
pelajaran nih rupanya.” Gue semakin jengkel saat ia berani ngelesi kata-kata
gue.
“Oke, silahkan mau diberi pelajaran
apa? Kimia?Fisika? atau melipat kertas?” Jawabnya enteng. Hal ini semakin buat
gue semakin emosi. Gue semakin semangat membuat anak ini kapok untuk balik ke
sekolah ini lagi. Gue paling benci jika ada orang yang berani menentang peraturan
gue disini. Bahkan baru pertama kalinya gue ditentang sama anak upilan kayak
beginian.
Suara semua siswa tetawa
terbahak-bahak saat pemuda itu menjawab pertanyaan gue seenaknya.
“Diaaaaaaam semuaaa!”Gua membentak
sambil menggebrak meja. Situasi mendadak hening bagai dilempar sebuah petasan.
“Siapa nama lo?” Gue memeras tangannya yang kurus seperti tulang dan kulitnya
saja saat gue pegang dengan kuat.
“Frandy.” Gue catat nama itu sampai
tiba saatnya gue puas membalas perbuatannya. Gue hempasin tubuh Frandy sampai
punggungnya terbentur meja. Ekspresi Frandy hanya tersenyum meledek gue. Gue
yakin ia hanya menutupi rasa ketakutannya.
“Tunggu tanggal mainnya, Frandy!”
Gue mengacungkan jari jempolku secara terbalik untuk mengajaknya bertanding. Gue
pingin tahu siapa yang paling cemen diantara kita berdua.
“Tro, please deh! Lo gak usah ngladeni anak baru itu.” Evika berusaha
menenangkan gue. Percuma, gue kalau lagi emosi tetap saja nggak bisa
didinginkan. Bukan karena gue marah dengan hal yang remeh. Ini harga diri gue
sebagai anak pemilik sekolah SMA Cakrabirawa yang nggak bisa dianggap rendah
begitu saja.
“Gue tetap pingin kasi dia hukuman.
Nggak peduli dia anak baru atau bukan.”
“Lo sadar gak sih kalau perbuatan
kamu itu udah diluar batas?”Sebagai pacar Metro, Evika merasa malu.
“Gue begini karena ingin
mempertahankan prinsip gue supaya mereka nggak bersikap semau gue di sekolah ini.
Saat itu juga Evika menjauh dari gue.
Ia berlalu begitu saja. Gue tetap bersikukuh nggak akan ada yang mampu
membatasi kebebasan gue sendiri. Gue harus bisa membuat bocah itu benar-benar
bertekuk lutut dihadapanku.
***
Gue sudah menunggu kedatangan Frandy
di lapangan bola belakang sekolah. Ini saat yang tepat untuk menghajarnya
sampai habis. Gue nggak sabar gimana takutnya dia nglihat gue. Gue siap
menghabisi Frandy sekarang juga. Apa dia cemen dengan tantanganku sehingga ia
enggan datang? Entahlah yang penting gue harus ngurusin tuh anak sekarang juga.
Gue nggak sendirian disini.
Untungnya masih ada Apoy, Yuda dan Dio yang siap-siap mengeroyok Frandy. Gue
bisa memprediksi kalau Frandy bakal kalah. Dari situlah ia baru mengerti siapa
diri gue sebenarnya.
“Tro, Frandy sepertinya udah jalan
dari arah gerbang lapangan.”Apoy memberi kabar pada gue. Ia sudah siap-siap
membawa tongkat kayu yang akan diumpankan pada anak baru tersebut.
“Wah..wah bakal seru nih!” Yuda
menambahkan.
“Tuh anak diem-diem greget juga.”Dio
cengar-cengir
“Liat aja! Anak itu nggak bakal
kapok sampai gue bonyokin mukanya.”Gue melipat kedua tangan gue dan siap
menghadang bocah itu.
Frandy datang dengan senjata kosong.
Namun, ia tetap saja berlagak berani padahal gue yakin nyalinya seupil.
Sungguh, gue ingin menghajarnya saat ini juga. Gue hanya ingin membuktikan
kalau gue bisa lebih hebat dari anak lemah itu.
Kedua temanku Yuda dan Dio dengan
sigap mengunci kedua tangan Frandy. Gue senang Frandy tiba-tiba ngrasa
kebingungan. Apoy melemparkan tongkat kayunya ke arahku. Gue siap menghajar
anak itu dengan cara gue sendiri.
“Dasar pengecut!”Bentak Frandy.
“PLAAAK!!” Gue sudah dari tadi
kepingin nampar Frandy. “Lu ngomong sekali lagi, gua tonjok bibir lo.”
“Silahkan, gua nggak takut!” Frandy
tetap melawan gue. Heran, pipinya sudah lebam masih saja nglawan. Sepertinya
tamparan gue masih kurang. Sekarang saatnya hukuman terakhir buat bocah ini.
Kuambil tongkat itu dan siap meremukkan tulang-tulang Frandy.
“Hancurlah kau anak blagu.”Gue
hendak mengayunkan tongkat itu tetapi ada hal lain yang membuat gue tercengang.
Gerombolan cewek datang dengan
membawa penggaris kayu dari kelas. Gue nggak ngerti. Apa mereka mau mengeroyok
maling sendal jepit?. Lucunya, ada yang membawa sapu sebagai senjatanya. Evika
berada pada barisan paling depan datang menghampiriku.
“Lo kalau mau menghajar Frandy
jangan main keroyokan!.”Evika menantang gue.
Gue langsung tertawa soalnya Frandy
hanya bisa membawa pasukan cewek. Gue ngakak nggak bisa berhenti. Pas gue
ngakak tiba-tiba Evika menyumpal mulutku dengan gagang sapu yang ia bawa. Sial,
gue gak bisa berkutik sekarang.
“Bukan Frandy yang minta gue belain
dia. Tapi, gue juga kepingin buktikan kalau gue juga punya kebebasan yang sama
dengan lo. Ingat, lo boleh bebas tapi lo nggak berhak merenggut kebebasan yang
lain. Gue bukan boneka yang selama ini lo atur kayak permainan puppet. Ingatlah
batasanmu Metro Ervanda!“Evika melepas tongkatnya dan melepas salah satu tangan
kirinya yang hampir mencekikku. Evika mengeluarkan semua amarahnya. Amarah yang
dulu tidak tersampaikan selama ia jadian denganku. Kini mampu membuat hati gue
bergetar.
Ini maksud gue bertindak sejahat
ini, agar gue bisa nglihat siapa Evika sebenarnya. Ia benar-benar cewek
tangguh. Frandy tersenyum menatapku dan
mengucapkan salam persahabatan kita. Gue dan Frandy sukses mengubah Evika
menjadi lebih greget.
“Jadi, kalian?”Evika menatap gue dan
Frandy keheranan.
“Makannya kalau gue ngatur kamu tuh
sekali-kali fight, Itu baru cewek
gue” Gue meringis nakal. Evika tersipu malu.
![]() |
Comments