Bocah Menjelang Petang
(Oleh: Chandra Widy Hartato)
Mataharipun hampir terbenam. Jalanan sepanjang pinggir
pantai mulai berkabut. Udara dingin mulai menjalar menusuk kulit. Selama
melakukan perjalanan di area Malang Selatan, alam yang tadi siang terlihat
indah saat ini memperlihatkan sisi gelapnya. Bagaimana tidak? Kabut-kabut
datang tak diundang bak hantu gentayangan. Ombak-ombak memecah keheningan bagai
monster lautan yang siap mencengkeram para pengendara yang melewati jalan itu.
“Gun....tangi o! Lha kok ndoweh
ae!” Pendik berusaha membangunkan
Guntur agar ia tidak merasa kesepian saat mengendarai motor.
“Aku wedi Ndik, iku lho ombak
e koyok demit yo teko adoh” Gumam Guntur seraya menunjuk arah ombak.
“Salahmu dewe! Tak ajak cepet pulang
sekarang gak mau. Alasan nanti..nanti..sek pingin menikmati laut. Sekarang udah
gak nikmat lagi kan? Yang ada bukan nikmat tapi ngeri.”Omel Pendik tanpa jeda.
“Lah umak kok nyalahin aku toh! Wong
kamu dewe yang bilang ojo kesusu. Yah, aku santai-santai ae toh.”Balas Guntur.
“Santai jare! Dari tadi berangkat,
aku yang nyetir motor. Kamu yang santai aku kesel.”Pendik berdebat.
“Mbok pikir berangkat ke pantai ini
duit e mbahmu opo? Bensin, tiket aku yang bayarin, enak ae lek ngomong.”Ceplos
Guntur.
“Koen gak ikhlas a? Heh!” Pendik
mendadak menghentikan motornya di pinggir hutan jati yang gelap gulita. Guntur dan Pendik saling beredebat. Mereka
saling menyalahkan akibat pulang terlalu petang. Namun, di tengah perdebatan mereka dua orang
muncul dari balik hutan jati tiba-tiba muncul.
“Mas, tolong saya. Ini darurat!”
Seseorang berusia separuh baya tiba-tiba meminta pertolongan kepada mereka
berdua.
“Ada apa, Pak?”Tanya Guntur.
Perasaan Guntur mulai tidak nyaman.
“Jangan dihiraukan,Gun! Bisa jadi
bapak itu seorang begal jalanan.”Sahut Pendik.
“Saya benar-benar butuh pertolongan,
Mas.”Pinta Bapak itu.
“Aku gak percoyo.”Pendik tetap teguh
pada keputusannya.
“Pendik, ojo ngono! Bapak iki memang
butuh pertolongan kayaknya.”Guntur meyakinkan.
“Opo bukti e?”Tanya Pendik
meremehkan.
Kemudian disusul sosok seorang
wanita yang tampaknya istri dari seorang bapak tersebut. Ia membawa lampu dop
yang cukup terang.
“Kalian akan segera tahu buktinya.
Tapi tidak sekarang.”Entah kata-kata wanita seakan membuat Pendik percaya bahwa
sosok bapak itu memang benar-benar butuh pertolongan. Namun, Pendik dan Guntur
sedikit ketakutan melihat sosok wanita itu datar tanpa senyum sekalipun. Rambut
wanita itu menutupi setengah pelipis kirinya. Sedangkan suaminya berjalan
terseok-seok.
Di tengah perjalanan Guntur terus
bertanya-tanya pada Bapak tersebut. Namun, sesampai ditengah hutan jati Bapak
itu tidak menjawab pertanyaan Guntur. Ia hanya menangis-nangis serta menyeret Pendik
menunjuk-nunjuk jalan setapak di tengah hutan jati agar tidak tersesat.
“Maksud Bapak apa seh? Mau bunuh
kami ya?”Bentak Pendik.
“Sabar, Ndik! Sssst...Bapak iki nggak
jahat kok.” Guntur berusaha menenangkan emosi Pendik walaupun ia sendiri punya
rasa takut yang lebih besar.
“Ikuti saya, Mas supaya tidak
tersesat!”Ajak wanita itu.
“Kalau kalian coba-coba bunuh kami,
kami gak takut!”Pendik menghentikan langkahnya.
“Ndik..ndik! Ojo ngono a! Sakno
Bapak iku wis nangis ga iso ngomong! Eling..iki ndek alas, Sam. Ojo
ngomong sing aneh-aneh apalagi kebawa emosi.” Guntur berusaha semaksimal
mungkin agar Pendik tidak memperparah situasi.
Lambat laun Pendik mau mengikuti
saran temannya itu. Bapak tersebut masih menuntun Guntur ke jalanan gelap
seperti tak berujung. Sedangkan wanita itu mengikuti Pendik dan Guntur dari
belakang dengan cahaya lampu dop yang hampir habis.
Langkah Bapak itu terhenti pada
sebuah mobil jeep. Wanita itu berjalan ke arah datangnya suara anak balita.
Pendik dan Guntur langsung melongo melihat sosok balita menangis dibawah sinar
lampu yang diterangi sosok wanita itu.
“Jabang ucul..eh jabang
tuyul..jancoook.”Pendik kaget setengah mati mendengar suara balita itu semakin
keras.
“Aduh ndik, cangkemu loh! Nyebut
istighfar!”Giliran Guntur membentak pada Pendik.
“Astaghfirullah.” Pendik menghela
nafas panjang.
“Ndik. Iki arek cilik asli kok!
Tenan, duduk medi.” Guntur memberanikan diri menolong anak kecil itu. Begitu
juga Pendik, ia berusaha membantu Guntur mengambil anak itu dari dalam pintu
jeep. Namun, sepertinya kaki anak itu terjepit sesuatu.
Lampu yang dibawa sosok wanita itu
mengarah ke kaki balita tersebut. Kaki balita tersebut penuh luka karena terjepit
sesuatu yang keras dari dalam jeep. Pendik berusaha menjatuhkan sesuatu yang
menjepit kaki balita itu. Guntur berusaha menarik tubuh balita itu dari pintu.
Akhirnya, mereka berhasil menolong balita yang kira-kira berusia 3 tahun itu.
Guntur terus menggendongnya dan
mendekap bocah laki-laki itu. Ia berusaha melindungi anak itu dari kegelapan.
“Anak e sopo iki yo?”Tanya Pendik.
Jantung Pendik berdegup kencang karena rasa takut.
“Wis ga usa takon, sing penting
golek nggon sing aman gawe bocah iki.”Jawab Guntur dengan tergopoh-gopoh
menggendong bocah yang menangis tiada henti.
Wanita itu terus mengikuti Pendik
dan Guntur. Sedangkan, bocah itu terdiam saat cahaya lampu yang dibawa wanita
itu menerpa wajahnya. Tak lama kemudian, bocah itu tertidur selama cahaya
mengikuti perjalanan mereka yang tak begitu jauh dari lokasi mobil jeep tadi.
Guntur merasa lebih tenang karena bocah itu terdiam dari tangisnya.
Bapak tersebut menyiapkan alas kain
yang ada di dekat Pendik dan Guntur. Sambil menunjuk tempat itu, Pendik dan
Guntur yang sedang menggendong bocah itu duduk di alas tersebut. Wanita itu
terus saja membawa lampunya yang sudah semakin redup. Entah karena apa? Mereka
berdua merasa mengantuk.
![]() |
yudibatang.com |
***
Keesokan harinya, mereka berdua
terbangun saat langit menunjukkan tanda-tanda fajar tiba.
“Mama...papa....”Bocah itu terbangun
dan langsung memanggil kedua orang tuanya. Wajah anak itu penuh luka. Saat ini, Guntur bisa melihat luka bocah
anak sedikit lebih jelas karena cahaya fajar.
“Mama..papa mu ndek mana le?”Tanya
Pendik pada bocah itu.
Bocah itu menunjuk ke arah mobil
jeep.
“Ndik...!”Guntur mengarahkan
kepalanya ke arah jeep. Pendik paham maksud Guntur untuk segera melihat apa
yang ada di dalam jeep. Seraya Guntur menenangkan bocah itu, Pendik berlari ke
arah kendaraan tersebut. Setelah membuka, Pendik terlihat kaget. Ia memegang
kepalanya dan terlihat sedih.Kemudian ia
mengambil foto yang ada di dalam mobil
tersebut dengan smartphonenya.
Ponsel Guntur berbunyi dan ia
membaca pesan yang dikirim oleh Pendik via whatsapp.
Tur...Guntur..
aku gak tego kasih kabar iki langsung ke kamu soal e aku gak mau kalau sampai
bocah itu tau. Aduh aku gak iso jelasno pokok e.
Guntur sepertinya
paham, dan ia menjawab:
Maksud umak? Mama
papa bocah ini tewas? Atau masih luka-luka?
Pendik membalasnya
dengan foto. Ia berusaha melihat nya sembunyi-sembunyi agar foto itu tidak
diketahui oleh bocah itu. Guntur terkejut saat melihat foto dalam mobil jeep
itu dalam keadaan rusak karena tertabrak pohon hingga salah satu cabang kayu
terjatuh mengenai kepala korban. Sedangkan si ibu tewas karena kepalanya
terbentur kaca.
Pendik menjelaskan
lagi:
Aneh....coba
kamu pikir? Sosok wanita kemarin itu gimana bisa bawa lampu dop kalau gak ada
listrik? Anehnya lagi, ini sepeda kemarin tak taruh dijalan. Sekarang, motornya
ada di dekat kita.
Tubuh Guntur
langsung lemas. Ia baru paham bahwa kemarin sosok lelaki paruh baya dan
istrinya ternyata bukan manusia biasa. Ia terus mendekap bocah kecil yang
sedang sedih itu. Selanjutnya, Pendik dan Guntur bergegas membawa bocah itu ke
rumah sakit dan melaporkan kepada petugas keamanan atas kecelakaan yang sudah
terjadi.
Comments