Mengais Hikmah Kesabaran Kang Sabar
oleh: Danafi
oleh: Danafi
Kiranya sekitar 20 tahun yang lalu awal pengabdian Kang Sabar untuk mengurus masjid “Darrul Jannah” di desa Tamanjati itu dimulai. Seingat warga sekitar, masjid tersebut terdapat rumah yang berbilik bambu milik keluarga kecil Kang Sabar, orang jawa menyebutnya dengan “Rumah Gedhek”. Rumah gedhek itu menjadi saksi bisu perjuangan Kang Sabar sebelum pengabdian beliau harus dihentikan oleh takdir yang tidak bisa hindari.
Sebelum pengabdian kang Sabar dan keluarganya untuk mengurus
masjid tersebut, keluarga kang Sabar hanyalah keluarga petani yang tinggal
dirumah sewaan yang gak sebagus keluarga yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya sehari-hari saja, kang Sabar harus menjadi kuli disawah warga yang
membutuhkan tenaganya. Dan suatu ketika, kang Sabar dan istrinya mengalami
kesulitan pangan. Simpanan beras dari hasil panen musim kemaren, tersisa hanya untuk
dua kali masak saja. Itupun mereka harus sangat ngirit lagi agar bisa sampai panenan berikutnya. Tak berselang beberapa hari kemudian, kang Sabar mendapat
rezeki dengan mendapatkan tawaran dari Pak Jamal untuk memanen padinya.
“Nyai, sebelum kita ngaji dipondok sore nanti, kita kesawah
dulu bentar ya, soalnya saya kemaren habis ditawari oleh Pak Jamal jika padinya
siap dipanen”. Ajak Kang Sabar dengan penuh kebahagiaan.
![]() |
http://kitaberakal.blogspot.com |
Dengan pengabdian yang sangat tinggi, nyai, istri Kang Sabar
pun manut dengan ajakan suaminya untuk panen padi sebelum sorenya berangkat
ngaji dipondok dekat rumah mereka.
“Alhamdulilah kita
mendapat rezeki ya kang, kalo gitu gak apa-apa kita kesawah dulu kang sebelum
sore nanti ngaji”. Nyai pun merasakan kebahagiaan dari kabar tersebut.
Sebenernya Kang Sabar
dan Nyai yang pada sore itu hendak ada kegiatan rutin mengaji kitab di pondok
dekat rumah sewa mereka, akan tetapi karena keadaan kang Sabar rela berlelah-lelah ria melakoni semua takdir dari Gusti
Alloh SWT tersebut.
***
Sementara itu di pondok kang Sabar dulu, Kiyai Mukhtar kiyai
Kang Sabar sedang deres kitab karangan Imam Ghozali di sebuah pondok dengan
diikuti santrinya. Kiyai Mukhtar merupakan sosok kiyai yang sangat disegani
oleh santri-santrinya karena ke ilmuannya yang luas dan tinggi. Tak hanya ke
ilmuannya tentang kitab kitab kuning kuno, ilmu alkhaq seperti kesabaran dan ketelatenan beliau juga
sangat mumpuni. Dan banyak warga yang merasakan kesabaran beliau terhadap
santri maupun terhadap warga sekitar. Beliau menjalani itu semua dengan penuh
ke ikhlasan. Mungkin karena sikap seperti itulah, kiayi Mukhtar masyhur sampai
di luar daerah pondok tersebut.
Kegiatan mengaji kitab pun akhirnya selesai. Sebelum beranjak
meninggalkan pengajian, Kiyai Mukhtar memanggil santrinya yang dikenal dengan
sebutan kang Lurah,
“Kang Lurah, Kesini sebentar”.
Tanpa membantah sedikitpun
kang Lurah bergegas menuju kiyai dengan
segera,
“nggeh yai”.
Kiyai Mukhtar lalu meminta tolong ke kang Lurah, “begini
kang saya ada berita penting yang harus samean kabarkan segera kepada Kang
Sabar. berita ini mengenai jawaban dari kegelisahan kang Sabar beberapa bulan
yang lalu sowan ke sini. Dan tolong kang Lurah sampaikan kabar kepada kang
Sabar untuk melanggengkan ngaji kitab kuning ini, nanti di pertengahan atau
diakhir bab akan menemukan jawaban dimana kang Sabar harus tinggal”.
Sebagai seorang santri, kang Lurah pun langsung memenuhi
titah gurumya tersebut tanpa harus membantah walaupun jarak pondok dengan
kediamannya kang Sabar harus memakan waktu yang cukup lama. Dengan seharian
penuh perjalanan.
“nggeh yai, nanti siang saya akan langsung berangkat ke
rumah kang Sabar” Jawab kang Lurah dengan yakin.
“Dan berikan sekarung beras ini kepada kang Sabar dan
keluarganya”, Kiyai Mukhtar memberikan sekarung beras kepada kang Lurah.
***
Kang Sabar yang tak tahu tentang perihal tersebut masih
kebingungan tentang kesulitan yang melanda keluarga kecilnya. Anak yang masih
berumur kurang dari 3 tahun itupun terus menangis karena kelaparan.
“Ya Alloh berikanlah kesabaran kepada keluarga kami”, gerutu
kang Sabar.
“ sabar nggeh nyai, Semoga ada rezeki untuk kita hari ini. Dan
kesabaran kita semoga diganti dengan hikmah yang luar biasa oleh Gusti Alloh."
“Amin ya robbal alamin” sahut nyai yang sedari tadi berusaha
menenangkan anaknya.
Haripun semakin gelap. Kang Sabar dan istrinya telah selesai
menjalakan sholat isyak beserta sholat ba’diayatal isyaknya. Tiba-tiba diluar
rumah ada yang mengetuk pintunya,
“Assalamualaikum….Tok-tok-tok."
Kang Sabar pun segera beranjak menuju sumber bunyi itu.
“Waalikum salam warrohmatulloh." Jawab kang Sabar.
“eh kang santri,
monggo pinarak masuk kang. Loh ada apa malam-malam begini kesini kang, jauh
lagi?”, Tanya kang Sabar penuh keheranan.
“Begini Kang,
sebelumnya kedatangan saya kemari mau menyampaikan amanat dari Kiyai."
“ Amanat apa?” Tanya Kang Sabar.
“Pak yai ingin
mengabarkan kepa Kang sabar bahwa beliau mendapat petunjuk atas kegelisahan
kang Sabar pada waktu lalu saat sowan ke Kiyai. Beliau ingin menyampaikan jika kang Sabar
suruh melanggengkan kitab yang saya bawa ini yaitu kitab “Ilmu Kehidupan”
ini. Nanti dipertengahan atau diakhir
dari kitab kuning ini kang Sabar akan mendapat jawaban atas kegelisahan waktu
lalu itu. Itu kang yang pak Yai amanatkan ke saya."
Dengan tampak sumringah, kang Sabar menganggukan amanat dar
yang disampaikan kang Lurah dari kiyai Mukhtar.
“Alhamdulilahi robbil
‘alamin, nggeh kang, semoga petunjuk yang beliau amanatkan ke kang santri bisa menjadi
kabar yang menggembirakan nggeh kang. Hari juga sudah larut kang, mendingan
kang Lurah menginap saja di rumah kami. Kang Lurah tidur saja di kamar depan
situ” sambil menunjuk kamar yang akan digunakan kang Lurah untuk melepas
kejenuhan selama di perjalanan dari pondok kiyai Mukhtar ke rumah Kang Sabar.
Setelah mendapatkan kabar tersebut kang Sabar masih saja
termenung dan terjaga semalaman. Pikirannya penuh dengan keheranan setelah
mendapat kabar tersebut
***
Pagi sudah tiba, kang Lurah sang pembawa kabar dari kiyai
Mukhtar, bersiap-siap untuk kembali ke pondoknya. Amanat yang di embannya
selama perjalanan kemarin telah disampaikan dengan sempurna, dan ia pun pulang
dengan kelegaan.
“Tugas dari pak yai
yang di amanatkan kepada saya sudah saya selesaikan, maka dari itu kang saya
pamit pulang ke pondok dulu ya.”
Kang sabar dan nyai yang habis sholat subuh pun langsung
bergegas menghampiri kang Lurah yang sedang bersiap-siap pulang ke pondok.
“oh nggeh kang, ko ya cepet-cepet pulang to? Apa gak nanti
agak siangan saja pulangnya."
“mboten kang Sabar,
saya langsung berangkat pulang saja." Mereka
bersalaman dan kang Lurah pun langsung pamit pulang,
“Semoga kabar yang
saya sampaikan semalem bisa membawa manfaat kang Sabar dan keluarga ya,
Assalamualaikum kang."
“Amin ya Alloh, Walaaikumsalam kang, hati-hati dijalan”,
jawab kang Sabar sembari senyum kea rah kang Lurah.
Setelah mendapat kabar dari kiyainya, sejak saat itu kang
sabar terus mengikuti pengajian kitab “Ilmu Kehidupan” di perintahkan oleh
kiyainya tersebut. Halaman demi halaman, bab demi bab kang sabar telateni dan resapi
setiap ilmu-ilmu yang terkandung dalam kitab tersebut.
Suatu ketika disebuah dusun yang tak jauh dari rumah sewa
yang kang Sabar tinggali, ada masjid yang belum selesai pembangunanyan dan
warga juga bingung untuk mencari siapa yang bersedia dan telaten mengurus
masjid tersebut.
Para warga sekitar pun langsung mengadakan musyawarah yang
melibatkan banyak tokoh masyarakat sekitar masjid itu untuk mencari titik temu
siapa yang bersedia untuk mengurus masjid. Tiba suatu ketika, nama kang sabar
tercatut di dalam daftar nama orang yang akan mengurus masjid tersebut.
Kang sabar yang kesehariannya hanya bertani dan mengaji di
pondok dekat rumah sewanya itu tak mengetahui sama sekali tentang musyawarah
tersebut. Musyawarah yang dihadiri oleh para tokoh desa itu akhirnya sudah
menentukan siapa yang akan mengurusi masjid tersebut.
***
Sampailah di bab hampir terakhir dari kitab “Ilmu
Kehidupan”. Kang sabar lalu menutup kitabnya dan beranjak pulang dari mengaji
kitab itu. Tapi sebelum sampai dirumah kang Sabar, tiba-tiba dia dihadang oleh
2 tokoh desa, yaitu pak Sunari dan pak Samsul.
“kang sabar, kang
sabar”, teriak salah satu dari mereka.
“kang saya ngomong sesuatu kepadang samean kang."
“kabar opo tho? Ya wes, kita kerumah dulu biar enak
ngomongnya." Kang sabar mengajak 2 tokoh itu ke rumahnya.
Sesampainya di rumah kang sabar, mereka pun mulai
mengakabarkan berita yang penting untuk kang sabar.
“monggo diminum dulu tehnya, ada apa tho ko pada lari-larian
begitu?”, Tanya kang Sabar.
“ gini lo kang, kemarin para warga baru saja mengadakan
musyawarah tentang siapa yang akan mengurus masjid “Darrul Jannah” kita itu,
dan setelah beberapa orang dari kami melakukan sholat istikhoroh, kang sabarlah
jawaban itu”, tegas Pak Sunari sambil menunjuk kea rah kang sabar.
“Masyalloh, jadi saya yang ke pilih pak?”,
kang Sabar terkejut.
“enggeh kang, samean orang pantas mengurus masjid itu”.
Mereka berdua pun serentak mempertegas kepada kang Sabar.
“la illahillallah..”, kang sabar pun spontan terkejut dengar
kabar tersebut.
“nggeh kang, itu yang bisa saya sampaikan kepada kang sabar
tentang hasil musyawarah kemarin di masjid kami. Besok ba’da magrib kiranya
kang sabar bisa hadir ke masjid kami untuk selametan atas terpilihnya kang sabar." Mereka pun menyalami kang sabar dan segera
pamit pulang.
***
“Nyai, nyai." Teriak
kang Sabar sambil berlari.
Nyai, istri kang sabar yang dipagi itu sedang dikebun dengan
anaknya untuk mengambil sayur bayem.
“dalem kang, ada apa tho ko ya lari-lari gitu, awas jatuh
nanti” sahut nyai Sabar dengan penuh keheranan.
“ayo kita pulang sebentar, ada berita penting”, tegas kang
sabar.
“berita apa to kang”,
“wes, ayo kita pulang dulu nyai, puenting ini”
Mereka pun sampai dirumah, dan nyai pun bingung dengan sikap
kang sabar yang kayak habis mendapat durian satu truk itu.
“gini lho nyai, ingat gak sama perintah dari kiyai Mukhtar
yang disampaikan oleh kang santri beberapa tahun yang lalu?”, kang Sabar
mencoba mengingat-ingat waktu kang Lurah ke rumah.
“nggeh kang, nyai masih inget ko, memangnya apa hubungannya
dawuh kiyai dengan sikap kang sabar yang kayak orang habis dapat rezeki banyak
gitu?”
“tadi pagi kan saya habis selesai ngaji kitab yang
dianjurkan oleh kiyai Mukhtar itu, lha setelah pulang di pertengahan jalan aku
di hadang sama pak Sunari dan pak Samsul. Mereka menyampaikan kabar jika
kemarein di masjid deket rumah mereka lagi mencari orang untuk ngurus masjid
itu, dan didalam musyawarah mereka aku ditunjuk menjadi pengurus masjid itu dan
disediakan lahan untuk kita tinggali dan bangun rumah." Dengan penuh semangat
kang sabar menjelaskan secara detail tentang kabar tersebut kepada nyai sabar.
“Masyalloh, apa iya to kang kita mendapat amanat untuk
mengurus masjid didesa sebelah itu?” Tanya nyai.
“Bener nyai, kita
mendapatkan amanat tersebut dari warga sekitar." sontak nyai tersebut sujud syukur setelah kang
sabar memberitahukan tentang kebenran berita tersebut. Dan kang sabar pun ikut
bersujud syukur dan diikuti anaknya yang ikut-ikutan orang tuanya.
“insyalloh ini merupakan buah dari kesabaran kita nyai dan
juga ketawadlu’an kita terhadap guru kita kiyai Mukhtar. Kita tak ada kuasa
apapun untuk mendapatkan rezeki seperti ini dan hanya Gusti Alloh lah yang
kuasa atas segalanya."
Setelah mendapatkan kabar seperti itu, keesokan harinya kang
Sabar diperkenalkan ke warga sekitar tentang siapa yang akan mengurus masjid
didesa itu. Acara syukuran dan selametan kang Sabar pun dihelat oleh para warga
dengan gotong royong. Dan juga acara tersebut akan menjadi tanda awal dari
pengabdian kang Sabar dan keluarga untuk masjid dan warga sekitar sepanjang
umur mereka.
Kesabaran dan ketawadlu’an kepada gurunya yang kang Sabar dan keluarganya amalkan, menyimpan hikmah yang luar biasa indahnya. Akhirnya beberapa tahun kemudian masjid yang diurus kang Sabar dan keluarganya itu berkembang dengan pesat, juga kang Sabar menambahkan pondok pesantren yang menjadikan masjid itu ramai akan santri-santri yang menuntut ilmu agama Islam.
Comments