Hukuman Agni
Oleh: Chandra W.Hartato
Kerajaan
Wukir Kuna,Dataran Jawa , Abad ke -16
Sekar Tirta dan Sekar Agni merupa
dua perempuan keturunan bangsawan jin yang sangat rupawan. Namun, mereka berdua
berbeda jenis. Sekar Tirta diciptakan dari api dingin dan ia sangat suka makan
Bawang Putih. Sedangkan, Sekar Agni diciptakan dari api membara dan ia sangat
menyukai Bawang Merah. Sekar Tirta hidup dalam kesengsaraan dalam kerajaannya
sendiri sejak ia hidup dengan ibu dan saudari tirinya. Karena kekejaman ibu
tiri dan saudari tiri Sekar Tirta, kerajaan jin dataran Wukir Kuna mengalami
kemunduran. Sekar Tirta dipaksa melepas mahkotanya dan diusir dari wilayah
Wukir Kuna.
Melihat ulah istri dan Sekar Agni
–sang anak tirinya, Batara Bayu murka. Apinya membara hampir membakar semua
daratan. Sekar Tirta satu-satu anak kandung yang ia sayangi hilang karena ulah
saudara tirinya yang jahat. Tidak ingin kerajaan lenyap dan hangus menjadi
batu, Sekar Agni pun bersujud meminta maaf kepada Batara Bayu-sang Ayah.
“Aku janji akan menebus semua
kesalahanku, asalkan ayahanda tidak meluluh lantahkan semua daratan dan juga
jiwa penghuni Wukir Kuna.” Teriak Sekar Agni.
Ibu tirinya tidak bisa berbuat
apa-apa karena ia sudah lemah. Semua energinya habis tergerus emosi api
kemurkaan Batara Bayu.
“Benarkah, kau hendak menebusnya?”Tanya
Batara Bayu kepada anak tirinya.
Emosi Batara Bayu terhenti sesaat.
Semua energi kemurkaannya tidak jadi muntah. Hampir setengah kerjaannya hangus
dan membatu. Sekar Agni mampu menghentikan emosi sang ayah agar tidak sampai
meluluh lantahkan semuanya.
“Bertapalah selama seusia abad ini.
Jika saat ini abad ini adalah abad ke-16, maka bertapalah hingga abad ke-16
mendatang.”
“Tidak...ananda tidak mampu ayah.”
Sekar Agni dan ibu tirinya menolak perjanjian itu.
“Kau sudah berjanji hendak menebus dosa-dosamu kan? Ini sebagai
hukumanmu karena sudah mencelakai anak kandungku, Tirta.” Batara Bayu
mengeluarkan angin besar pada Sekar Agni.
“Tidaaak!!..Tidak
Kanda..hentikan!”Sergah Ratu Gandani sang ibu tiri.
Batara Bayu tetap tidak menggubris
istrinya sehingga Ratu Gandani terhempas angin kekuatan sang Raja dan lenyap
entah kemana. Batara Bayu hanya memikirkan Sekar Tirta. Ia ingin anak
kesayangannya kembali.
Sekar Agni hanya bisa meneteskan air mata
melihat ibunya hilang. Tubuhnya tak bisa berbuat apa-apa. Kakinya telah membatu
dalam posisi bersila seperti hendak bertapa. Semua karena kutukan dari Batara
Bayu. Air mata Sekar Agni terus menangis
walaupun tubuh seutuhnya membatu.
“Kau akan terus menjadi batu menangis sampai
abad ke-16 yang akan datang. Suatu hari, kau akan terbangun dengan fisik penuh
derita hingga kamu mendapat api abadi berupa cinta dan kasih sayang pada dirimu.”
Kutuk Batara Bayu pada anak tirinya yang sombong.
***
Wukir
Land, abad ke-32
Seiring berkembangnya zaman,eksistensi
bangsa jin tidak lagi menampakkan dirinya dengan wujud layaknya kuntilanak,
pocong, genderuwo dan sebagainya. Mereka telah menganggap itu semua hanyalah
mitos belaka. Kini, eksistensi bangsa jin terlihat lebih nyata dan canggih.
Mereka memanfaatkan tubuh sintetis untuk hidup berbaur dengan manusia.
Yah, bangsa jin semakin cerdas. Mereka
membuat tubuh manusia dari tanah liat yang berasal dari dataran tempat tinggal
mereka sendiri. Tanah liat yang dibuat hampir lentur menyerupai kulit manusia
pada umumnya tidak seperti tanah liat di dataran manusia. Sedangkan kerangka
dan tulang sintetis mereka buat dari besi.
Oleh karena itu, jika manusia menemui
seseorang dengan ciri-ciri bermata merah cenderung merah menyala saat matahari
terbenam, kulit terlalu lentur, bersuhu dingin, bertulang baja dan berpostur
tegap sempurna. Maka sosok seperti itulah yang mereka takuti daripada
kuntilanak, pocong dan genderuwo. Sering sekali media digital yang heboh memaparkan
berita tentang keberadaan lelembutan. Istilah hantu zaman dahulu yang
digunakan lagi di masa kini.
Jaka Alit-sosok remaja yang memiliki
keingintahuan terbesar akan eksistensi bangsa jin di abad sekarang ini. Seperti
namanya, teman-temannya sering menjulukinya sebagai bonsai karena tubuhnya yang
kerdil dan rambutnya yang sedikit kribo. Usai sekolah, Alit suka mengutak-atik
barang bekas seperti yang ia lakukan saat mengikuti ekstrakurikuler robotika.
Di dekat sekolah, ia melihat sosok patung
menangis. Patung itu terletak di tengah bangunan candi yang sudah tak terawat
layaknya candi yang hampir hancur. Berkali-kali walikota Wukir Land ingin
merenovasi tempat tersebut, namun puing-puing candi tersebut susah dihancurkan.
Bahkan, siapapun yang berusaha menghancurkannya, orang tersebut akan celaka.
Plate milik Alit tiba-tiba terbuka otomatis.
Semacam ponsel di abad ke-30 berbentuk piringan tipis memunculkan sosok
hologram sosial media yang menjelaskan tentang tempat tersebut. Berdasarkan
mesin pencarian otomatis, tidak ada sumber jelas yang memberikan informasi
tersebut secara valid. Yang jelas, ada beberapa user yang akan menggunakan
tempat tersebut sebagai acara pergantian tahun baru nanti malam. Beberapa
avatar hologram lain user sudah booking tempat tersebut untuk dijadikan pesta
kecil tahun baru.
“Kita kumpul tahun baru secara
virtual atau beneran nih?” Sandy si sahabat Alit sebenarnya ingin mengadakan
kumpul secara virtual karena cucaca dingin. Jadi bisa berkumpul tahun baru
melalui alat yang hanya bisa digunakan bertatap muka dan memilih background
secara online sehigga tidak perlu keluar rumah.
“Lebih baik ke tempat beneran
aja.”Saran Alit
“Bukankah di luar dingin? Tempat itu
kan angker”
“Justru itu yang membuatku
penasaran, apa benar puing-puing itu tempat berkumpulnya para lelembutan.
“Aku lebih baik mengadakan tahun
baru secara virtual saja.”Sandy membatalkan rencananya.
“Dasar malas! Tidak semua kegiatan
bisa dilakukan serba virtual.” Kata Alit
“Takut ah, mending kamu sendiri
saja.”
***
Alit benar-benar penasaran dengan
patung menangis yang ada di tempat tersebut. Para penduduk Wukir Land tidak
tahu secara persis mengenai patung itu karena mereka jarang keluar rumah secara
langsung. Mereka menggunakan patung wanita bertapa tersebut hanya untuk
background tempat penduduk bersosial media secara hologram. Bagi mereka,
memilih tempat nongkrong secara online sebagai template latar belakang akun
lebih menarik daripada nongkrong ke tempat secara langsung.
Jarang sekali manusia yang mau
keluar rumah secara langsung kecuali Alit dan beberapa penduduk lain yang yang
berusia sebaya hingga lanjut usia. Alit merupakan pemuda yang masih mau bermain
keluar rumah dengan cara lama meskipun hidup di dunia serba virtual.
Peninggalan candi Wukir Land begitu
sepi pada kenyataannya. Padahal, tempat ini sering digunakan sebagai background
tempat nongkrong di dunia maya. Tak ada satu pun pemuda disini kecuali
orang-orang tua.
Badai angin dingin berhembus, Alit
segera memakai jaket temperatur. Temperatur suhu yang ada di jaketnya bisa ia
atur sesuai kondisi yang ada. Ia membuat jaket itu sendiri saat duduk di
bangkus kelas sepuluh. Segera ia menutup rambut ikalnya dengan hoodie perak
menunju jalan sempit dimana patung menangis itu berada. Ia mengatur temperatur
jaketnya menjadi lebih hangat.
Dorr..dorr.dorr kembang api tidak
lagi bermunculan dari langit, tetapi muncul dari balik layar digital besar yang
ada di sudut-sudut kota. Tepat jam 12 malam. Yah, hari ini tepat abad ke-32.
Alit tetap memandang kota Wukir Land yang sepi, hanya ramai suara kembang api
lewat layar sentuh tanpa ada keramaian yang nyata.
Alit membuka tudung jaketnya saat
sampai tepat di tengah patung menangis. Setelah alarm digital raksasa sudut
kota berbunyi ke dua belas kalinya, tetesan tangisan patung itu terhenti. Kaki
patung yang bersilau bergerak-gerak perlahan-lahan. Dan, mata patung yang
sekian lama tertutup seakan tergerak saat Alit meyentuh kedua pipi patung itu.
Perlahan-lahan mata patung itu terbuka, suara sosok perempuan itu tersengal-sengal.
“Tolong aku...!!”Pintanya.
Kedua mata Alit beratatapan dengan
patung tersebut. Alit hanya bisa melongo. Ia ingin pingsan tapi susah, mungkin
lebih tepatnya pingsan berdiri. Entah apa yang harus ia lakukan untuk menolong
wanita batu ini. Mata Alit hanya bisa mendelik tanpa berkedip sedikit pun saat
melihat patung itu mulai bergerak dan mendadak butuh pertolongan.
“Lelembut???”Alit bergidig.
“Jangan lari! Aku janji tidak akan mengganggumu.” Patung tersebut menggenggam tangan Alit. Alit tak bisa berpindah
kemana-mana karena cengkraman tangan patung itu keras bagai besi. (bersambung)
Comments