Cerpen 2020 Oleh: Chandra W.H)

CERITA HOROR 30 +



Ini bukan cerita horor. Cerita dewasa juga bukan. Mengapa aku menyebutnya dengan kisah horor tiga puluh tahun ke atas? Karena nasib yang aku hadapi mungkin lebih seram dari cerita horor yang pernah kalian tonton. Pengalaman ini aku alami tepat pada ulang tahunku yang ke-30 tahun. Bagi kalian mungkin kisahku tidak seseram yang kalian bayangkan, tetapi bagiku kisah ini lebih seram bahkan menghantui perasaanku. Horor bagiku adalah seperti kisahku ini.
***
Horor tingkat awal
            Malam ini ayah sengaja mengadakan acara kecil-kecilan di hari ulang tahunku yang ke-30. Eh, tapi acara ulang tahunku juga tidak terlalu sederhana karena ayah mengadakan dua acara sekaligus di hari spesialku. Tepat di hari Selasa ini tanggal 11 Februari 2020, ayah mengadakan arisan keluarga tahunan di rumah. Akhirnya, acara ulang tahun diramaikan oleh beberapa anggota keluarga besar.
            “Obi, selamat ulang tahun ya.” Ucap Ryan. Dia salah sepupu tertua dari cucu nenekku. Sikapnya cenderung elegan. Maklumlah dia memang berasal dari keluarga terpandang. Pemuda itu sengaja mengubah gayanya agar terlihat kharismatik di depan keluarga lainnya. Bagi Ryan, harga diri adalah nomor satu dibandingkan segalanya. Itu menurut penilainku.
            “Terimakasih, aku senang Mas Ryan datang juga.”jawabku.
            “ Oh iya dong, jarang-jarang aku bisa datang ke acara keluarga soalnya aku biasa menghadiri acara-acara penting yang diadakan walikota, kalau nggak gitu jadwal praktek juga sangat padat.” Ujarnya dengan bangga.
            “Wah, pasti sibuk ya mas kerjaannya? ”Kataku dengan empati yang besar.
            “Banget. Oh ya, ngomong-ngomong kamu kerja dimana sekarang?”Tanya Ryan padaku.
            “Em..masih freelance sebagai guru privat aja sih, Mas.” Jawabku enteng.
            “Nggak pingin nyari kerjaan tetap gitu, Bi?  Kalau menurutku, usiamu udah agak susah lho cari kerjaan. Eh iya, kalau saranku sih kenapa nggak kerja di luar negeri aja Bi jadi TKI gitu kan lumayan gajinya. Di Indonesia kadang usia jadi batasan kan?” Saran Ryan padaku.
            “Sementara ini saya nyaman dengan kerjaan ini Mas.”Jawabku agak malu sekaligus merasa tersinggung tetapi aku harus menahan emosiku di hari yang baik ini.
            Tak lama kemudian pakde dan keluarganya datang ke acara kami. Mereka datang membawakan oleh-oleh dari Paris. karena mereka baru saja liburan dari luar negeri. Ia bercerita tentang banyak hal disana sehingga mampu menarik perhatian Ryan. Sejak itulah Ryan dan pakde mengobrol lebih lama. Merasa terabaikan aku pun menjauh dari obrolan mereka karena yang mereka bicarakan tak jauh dari jenis mobil,investasi dan karir saja.
***
Horor tingkat akhir
            Beberapa menit kemudian datanglah paman dan tante yang baru saja menikah dua tahun yang lalu. Mereka tampak bahagia karena dikaruniai anak kembar yang lucu-lucu. Aku sangat senang melihat kebahagiaan mereka. Apa mungkin benar kata orang-orang bahwa seseorang yang menikah membawa rejeki sehingga aura mereka terlihat lebih bahagia.
            “Hey, selamat ulang tahun, sayang.” Ucap Bibi Nia padaku.
            “ Wah, tante datang juga. Makasih ya.” Balasku.
            “Tante bawain kado blazer, siapa tau buat nikah nanti.”Kata Tante mulai berceloteh.
            “Ngomong-ngomong udah ada calonnya belum?” Tanya Om Ridwan, suami tante Nia.
            “Sudah, masih disimpan sama Allah buat aku.”Jawabku santai.
            “Masa yang lain sudah pada nikah, kamu belum. Sadar nggak kamu itu cucu eyang satu-satunya lho yang belum nikah.” Celoteh tante mulai parah.
            “Iya lho yang lain juga pada punya anak udah pada gede.” sahut Om Ridwan.
            “Eh, temen SD kamu yang namanya Nadia itu anaknya udah tiga lho.” Tante membanding-bandingkan aku dengan Nia.
            “Om, tante, nikah itu bukan masalah cepet-cepetan lomba atau nggak. Aku yakin rejeki sudah ada yang ngatur.” Sahutku selagi berlalu meninggalkan mereka berdua.
            Horor tingkat akhir adalah mendapatkan pertanyaan bodoh semacam ini. Dibanding-bandingkan pula, emangnya pernikahan itu sama dengan kompetisi racing, mana yang lebih cepat sampai finish. Aku berusaha menepi disudut ruangan sambil bermain game . Malas berbicara dengan semua tamu karena aku tidak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan horor itu lagi. Aku tahu mereka punya maksud baik supaya di usia ku yang ke 30 bisa segera berusaha mencari jodoh, tetapi tidak begini juga caranya.
***

Horor pasti berlalu
            Yang mengalihkan perhatianku adalah kedatangan teman masa kuliahku yang lama tak bertemu. Ia juga datang membawa dengan teman lainnya. Aku senang akhirnya ada juga temanku yang datang ke acara ini. Jenny datang bersama sahabat perempuannya di acara ini. Ia mengenakan gaun bewarna pink dan abu-abu pastel di acara ini.
            “Selamat ya Bi, lama nggak ketemu. Mau ucapin ulang tahun ke rumahmu nggak taunya pas ada acara gini. Yah, aku jadi pe’acor nih.” Kata Jenny.
            “Duh makasih Jen, aku seneng lho. Apaan sih pe’acor?”
            “Perebut acara orang.”Kata Jenny.
            “Ya ampun, kamu ini tetep aja doyan nglawak.” Kataku sambil tertawa.
            “Calonmu ya, Bi?”Tanya salah satu saudara.
            “Hehe, begitulah.” Jawabku enteng.
            “Eh, sejak kapan?”Bisik Jenny.
            “Dia kan nanyain calon aja, calon apa dulu. Barangkali kamu jadi calon bupati Jen, haha.” Celetukku.
            “Aduh, dasar tukang ngarang. Oh ya aku belum kenalin temenku. Namanya Davina.”
            Davina sangat cantik. Wajahnya sangat ramah. Rambutnya diikat dengan gaya uniknya. Tapi, ada sesuatu yang lebih unik dari apa yang kulihat. Dia memperkenalkan diri dengan bahasa isyarat. Aku bisa menjawabnya dengan gerakan seadanya. Ternyata, Davina adalah sosok wanita ‘Luar Biasa’.
            “Aku kasih kado dan Davina membawakan amplop untukmu.” ujar Jenny.
            Saat kubuka amplop dari Davina, aku membacanya perlahan-lahan. Terkejut saat melihat ada sebuah tawaran bermain peran dalam sebuah film. Astaga, aku tidak menyangka Davina seorang sutradara salah satu film terkenal.
            “Davina melihat foto-fotoku denganmu saat kuliah dulu. Menurut Davina, ekpresimu masuk kriteria tokoh dalam film. Davina mampu membaca ekpresi di foto dengan baik. Aku mengenal Davina di salah satu PH di  Jakarta. Sekarang kerjaanku sebagai penulis skenario, kami butuh peran utama karena aktor sebelumnya tidak bisa memerankan tokoh ini. Menurut  Davina, dia nggak bisa menampilkan ekpresi sesuai harapan cerita. Kamu mau nggak gantikan tokoh ini?”Tawar Jenny. “Nanti akan ada pelatihan aktingnya juga kok.”Imbuhnya.
            “Ya Allah apakah rejekiku sudah Engkau turunkan?”batinku bertanya. “Siap.” Jawabku pada Jenny dan Davina.
            Semoga cerita hororku segera berakhir.
           (Cerpen 2020, Malang, chandra w.h )

Comments