[Sumber Foto] |
Sudah
lama aku ingin menceritakan pengalaman di tempat kerja pertama kali. Kusebut
pertama kali karena bisa dibilang paling
lama juga bekerja di tempat ini. Sebelumnya, aku pernah bekerja di Jakarta.
Tapi hanya beberapa bulan karena tidak betah dengan kehidupan disana. Akhirnya,
aku memutuskan kembali ke Malang untuk melanjutkan pendidikanku.
Sembari
mencari pekerjaan part-time, tak ada pekerjaan yang cocok. Sempat pasrah.
Akhirnya di semester ketiga, aku mendapat panggilan dari seorang HRD Department
Store ternama di kota Malang, khususnya di bidang fashion.
“Selamat
pagi, apa benar ini dengan Mas Asegaf
Ghani Afrizal ya?” Suara seorang lelaki dewasa menelponku dengan nomor kantor
bukan nomor hape.
“Iya,
benar, Pak. Mohon maaf, ini saya bicara dengan siapa? Dengan hati yang sedikit
panik tetapi berusaha kututupi.
“Saya
HRD dari Department Store Stars. Mengundang Mas untuk interview besok pagi jam
09.00 kira-kira bisa?” Pinta HRD dengan suara yang sedikit tegas.
“Oh,
Bisa..bisa Pak, saya pasti sempatkan untuk memenuhi interviewnya.” Jawabku
dengan perasaan lega dan senang.
“Oke,
besok langsung ke lantai tiga. Minta arahan pak satpam menuju kantor HRD ya?”
“Siap,
Pak. Terimakasih banyak.”
“Iya,
sama-sama.”
Keesokan hari, pukul 09.00
Sengaja
aku izin tidak kuliah dengan ketua kelas karena memenuhi interview. Aku nitip
tugas ke Trias yang kebetulan jadi sahabat dekat di kampus. Tak lama aku
langsung tancap gas ke Department Store dengan pakaian rapi dan sepatu fantovel
yang sedikit kedodoran. Maklum aku pinjam teman kosan juga. Kusumpal dengan
kertas juga gak enak, tapi nggak apa mungkin hanya beberapa jam saja.
“Asegaf
Ghani Afrizal.” Panggil salah satu admin HRD yang bernama Rike. Aku melihat
namanya di ID Card pengenalnya.
Karena
baru pertama kali interview, aku hanya menganggukkan badan dan tersenyum. Mbak
Rike langsung mempersilahkan masuk ke ruang HRD. Maklumlah kalau di Jakarta kan aku magang,
jadi nggak ada proses interview seperti ini.
Saat
masuk ke ruang HRD, aku langsung bertemu dengan sosok lelaki dewasa yang
terlihat berusia 27 tahun. Wajahnya sangat maskulin dengan brewok tipis dan berkacamata.
“Silahkan
duduk.” Ia menunjukkan kursi yang sudah disiapkan.
“Terimakasih,
Pak.” Balasku.
“Ini
panggilannya Asyeek atau Ghani?”
Aku
tertawa, “Kok Asik, Pak.”
“Lho
gak salah kan, namanya Asegaf, kalau panggil Mas Asyik gimana?”
Aku
tersenyum sekali lagi, “Yah terserah Bapak, biasanya sih orang-orang panggilnya
Ghani.”
“Hahahaha,
langsung grogi Mas nya. Yah, tetap saya tulis Mas Ghani kok kalau udah ketrima
jadi karyawan. Tapi, khusus saya boleh kan panggil Mas Asyik.”
“Yah,
boleh Pak.”Jawabku sambil senyum.
“Oh,
ya saya belum memperkenalkan diri. Kenalkan nama saya Mahatir Gunawan. Panggil
Pak Awan juga gak apa. Sama – sama A biar jodoh ya hahaha.” Tukas HRD
Aku
tersenyum lagi karena HRD nya suka bercanda.
“Kalau
aku lihat-lihat, kamu nggak cocok jadi karyawan disini.” Ujar Pak Awan.
“Lho
kenapa Pak?”
“Yah,
kamu cocoknya jadi talent, model soalnya penampilan kamu good looking menurut saya.”
Jelas Pak Awan.
“Tapi,
saya butuh pekerjaan sampingan.Pak.” Jelasku
“Sampingan?
Kamu punya kerjaan atau kegiatan lain?” Tanya HRD lagi.
“Kebetulan
saya sedang kuliah di kampus yang nggak jauh dari sini.
“Waw,
saya salut. Kamu mau kuliah sambil bekerja disini.?” Tegas HRD
“Itu
kalau boleh sih, Pak. Kalau memang mahasiswa tidak diperbolehkan bekerja
disini, saya juga terima kok.” Jelasku sekali lagi.
“Emang
saya sebelumnya menjelaskan kalau ada larangan mahasiswa?”
“Disini,
sangat terbuka untuk part-timer. Tapi, saya ingin tahu sih apa motivasi Mas
sampai melamar di tempat ini?”
“Untuk
cari pengalaman Pak, soalnya ini pertama kali saya kerja.”
“Kalau
gitu nggak butuh gaji dong, butuh pengalaman aja kan?” Tanyanya lagi.
“
Yah butuh Pak buat bayar kos, uang kebutuhan kuliah.” Tukasku.
“
Disini, posisi yang belum terisi hanya cleaning service. Mas Asyik bersedia
misal bersih-bersih toko gitu? Nggak malu?”
“Apa
pun itu saya sanggup Pak, buat apa saya malu lha wong saya sudah melamar
disini.”
Pihak
HRD meemberitahukan bahwa hasil keputusan menunggu maksimal seminggu lagi. Jika
diterima, akan ada satu seleksi lagi dengan pemilik Department Store. Dan,
singkat cerita. Aku dipanggil lagi dan lolos interview kedua. Ternyata, posisi
aku bukan sebagai cleaning service melainkan staf gudang.
Pekerjaan yang pertama kulakukan adalah
memberi label barang di gudang
Pak
Awan menyambutku dengan ramah di hari pertama kerja. Aku merasa nyaman dan
dihargai saat mengawali pekerjaan. Semua karyawan, divisi dan ruangan kerjaan
diperkenalkan oleh Pak Awan. Entah kenapa tidak ada karyawan baru lain yang ada
disini. Hanya aku saja yang diajak Pak Awan untuk berkeliling kenalan dengan
rekan-rekan kerja mulai dari staf admin HRD, admin gudang dan akuntan yang ada
di lantai dasar.
Di
lantai dua, aku diperkenalkan beberapa staf pramuniaga, office boy dan juga
kepala lantai. Sedangkan di lantai tiga, ada beberapa staf pramuniaga baju
gamis dan juga perlangkapan pakaian dalam wanita. Di sana juga ada ruang khsus
untuk berisitirahat. Pak Awan tetap memperkenalkan aku pada semua karyawan
dengan sebutan Mas Ghani.
“Mas
Asyik, sementara di gudang dulu ya! Seminggu nggak boleh libur dulu, nanti saya
berikan surat keputusan divisi. Jadi, nanti Mas dapat seragam dan juga jenis
tugas yang dikelola.” Jelas Pak Awan.
Siap,
Pak. Terimakasih.
“Nggak
apa ya sementara pakai item putih dulu seragamnya?”
“It’s
oke Pak, nggak masalah.”
Selama
satu bulan, saya membantu menata gudang. Tugasku hanya memberi label dan
menghafalakan beberapa stok barang. Kemudian menata baju sesuai golongan dan
jenis yang diinstruksikan oleh kepala gudang. Dari situlah, baju-baju akan
dimasukkan di lift barang dan di display di beberapa lantai department store.
Cukup melelahkan, apalagi dengan jenis baju berat seperti jeans, jaket kulit
sintetis dan jas hujan.
“Mas
Ghani, kalau waktunya istirahat, langsung ke atas lho ya! Jangan dipaksa
lanjut! Kita kerja Mas, bukan kerja rodi.” Ujar Pak Rudi sang pemilik Department
Store.
“Iya
Pak, terimakasih banyak.”
Aku
sangat betah disini, karena semua karyawannya sangat baik begitu juga
pemiliknya sangat familiar. Rasanya benar-benar bersyukur bisa mendapatkan
pekerjaan yang nyaman dan dekat dengan kampus.
Dua
minggu kemudian, Pak Awan memperkenalkan karyawan baru lagi. Kali ini aku
kedatangan tiga teman baru yaitu Irwan, Radit dan Eno. Irwan dan Radit berusia
selisih 2 tahun lebih muda. Sedangkan Mas Eno baru saja berstatus sebagai
suami. Ia bercerita kalau setahun yang lalu ia sudah menikah.
Sebulan kemudian… akhirnya aku mendapat
keputusan
Pak
Awan memanggil ke ruangannya. Ia menyatakan kalau keputusan dari hasil evaluasi
selama satu bulan. Akhirnya, Pak Awan memutuskan aku untuk bekerja sebagai
admin gudang di lantai dua dan sesekali menjadi pramuniaga di hari tertentu.
Jadwal libur dan juga jatah seragamku juga sudah keluar. Begitu juga gaji yang
diberikan. Herannya, aku terkejut karena gajiku bisa dibilang cukup banyak
untuk gaji pertama.
Tapi,
Pak Awan hanya tersenyum saja. Ia memberikanku bonus karena dianggap cekatan
dalam bekerja. Sejak itu, ia menempatkanku pada pekerjaan yang tidak
membutuhkan banyak tenaga melainkan pikiran. Aku sangat berterimakasih padanya
karena sudah menempatkan posisi yang sesuai dengan kemampuanku. Pak Awan juga
mengatakan bahwa keputusan ini merupakan hasil diskusi dengan Pak Rudi.
Resmi menjadi admin gudang pada bagian
celana jeans dan kemeja pria
Bulan
kedua, akhirnya aku mendapatkan posisi yang nyaman di lantai dua. Kemudian, dua
minggu selanjutnya, menyusul Mas Eno, Irwan dan Radit yang ditempatkan di
lantai dua juga. Mas Eno ditempatkan pada bagian staf tenaga gudang lantai dua,
Irwan sebagai pramuniaga sekaligus keamanan kamar pas dan Radit ditetapkan
menjadi office boy lantai dua.
Sejak
saat itulah, ketidaknyamanan dalam pekerjaan mulai terjadi. Mereka bertiga
sepertinya merasa iri dengan posisi jabatanku yang terlihat cepat. Sikap mereka
bertiga lebih berbeda dari biasanya. Mas Eno semakin cuek setiap kali aku
datang ke lantai dua. Terkadang mereka bertiga mengobrol tentang suatu hal dan
tiba-tiba berpencar saat aku datang menghampiri mereka. Bisa bayangkan
lama-lama seperti kerja sendirian walaupun satu tim.
Lambat
laun aku pikir cuek saja juga toh kita semua sama-sama niat kerja bukan cari
geng kayak di kampus. Motivasiku hanya cari uang untuk biaya kos dan kebutuhan
kampus. Aku tidak peduli mereka berpikir aku seperti apa selama aku juga tidak
mengganggu atau merusak kredibilitas mereka. Aku harus profesional pikirku.
Perlakuan
mereka bertiga padaku semakin terlihat. Jadi, seperti ada gap antara aku dan
mereka bertiga. Terkadang aku menyendiri di gudang hanya sekedar mengalihkan
rasa sedih. Kucatat beberapa stok celana dan kemeja yang kurang dan harus
diisi.
Satu-satunya
yang paham dengan kondisiku saat ini adalah Fanti. Jabatannya sebagai seorang
kasir di lantai dua. Terkadang Fanti bercerita tentang kisah konyol tahun jaman
90-an yang selalu membuatku tertawa saat bekerja. Dia bercerita saat masih
anak-anak dulu, kalau nggak pakai bedak tebel nggak diakui kalau sudah mandi.
Semakin hari Fanti yang membuatku bisa betah dan bertahan di kerjaan ini.
Terkadang kalau aku lupa makan, Fanti juga membawakan nasi padang yang tidak
pedas dan nggak pakai ayam sesuai seleraku.
“Mas
Ghan, nggak usah sedih. Kita sama-sama mahasiwa perantauan yang mengais rupiah.
Semangat!” Itu yang sering dikatakan Fanti.
Selama
setahun, aku bisa bertahan dengan kondisi seperti itu. Sampai suatu hari, ada
yang melaporkan kedekatan kita berdua. Pak Awan memanggilku ke ruangannya.
Wajahnya sudah tidak ramah seperti dahulu. Ia mendapatkan laporan kedekatanku
dengan Fanti dari Radit dan Irwan. Dari
kejadian itu, jadwal shift yang kudapatkan berubah total
Di hari sabtu, aku aku mendapatkan giliran
jaga counter sendirian
Sejak
kejadian itu, jadwal kerja hari Sabtu aku mendapatkan bagian shift pagi.
Padahal Sabtu pagi adalah hari dimana stok barang lagi banyak-banyaknya datang
dari Supplier dan pasokan pasar besar. Sedangkan Mas Eno, Irwan dan Radit sama
sama mendapatkan shitf sore. Entah apa maksud Pak Awan lagi dengan memberikanku
jadwal yang menurutku kurang adil seperti ini. Tapi, aku nggak terlalu berat
memikirkannya. Selama aku mampu, akhirnya aku lakukan saja dengan ikhlas.
Hari-hari Fanti dikeluarkan
Seminggu
kemudian, Fanti dikeluarkan Pak Awan dengan alasan kedekatanku. Sehari sebelum
dikeluarkan, Fanti sudah meminta maaf kepadaku. Namun, aku bertanya-tanya
kenapa Pak Awan malah mengeluarkan Fanti, bukan aku. Kupikir Fanti lebih butuh
pekerjaan ini. Aku pun datang ke ruangan Pak Awan untuk membersihkan nama
Fanti.
“Permisi,
Pak Awan, boleh saya minta waktu untuk bicara sebentar.” Pintaku pada pak Awan
dengan sopan.
“Yah,
mau bicara apa, Ghan? ” Jawab Pak Awan.
Aku
terkejut karena biasanya Pak Awan memanggilku dengan sebutan Mas Asyik tetapi
kini mendadak memanggilku dengan panggilan Ghani saja.
“Terkait,
penghentian kerja Fanti, Pak. Kenapa bukan saya saja yang dikeluarkan. Pak?
Kalau pun saya yang salah, saya minta maaf yang sebesar-besarnya.”
“Gitu
ya? Sepenting apa sih Fanti sama kamu sampai rela berkorban?” Pak Awan
meyakinkan.
“Bukan
masalah penting gak penting Pak, tapi menurut saya ini keputusan yang terlalu
cepat, Pak. Fanti masih membutuhkan banyak…” Belum sempat menyelesaikan
kata-kataku Pak Awan sudah memanggil Fanti.
“Fanti,
kamu ke kantor saya ya!” Perintah Pak Awan melalui telepon kantor.
Beberapa
menit kemudian Fanti turun dan masuk ke kantor Pak Awan. Saat Fanti dan aku
dihadapkan oleh Pak Awan Fanti menjelaskan kepadaku bahwa keputusan ini sudah
didiskusikan sebelumnya.
“Ghan,
makasih ya udah memperjuangkan ini. Tapi, maaf memang aku sudah lama
mendiskusikan ini dengan Pak Awan kalau aku siap dikeluarkan.” Jelas Fanti.
“Aku
saja Fan kalau memang itu keputusannya.”
“Urusan
Fanti keluar apa tidak, itu urusan aku dengan Fanti ya Ghan! Kalau kamu
berusaha ikut campur lagi, bisa-bisa aku pastikan reputasimu rusak lho! “ Ancam
pak Awan dengan sedikit sinis. “Lebih baik kamu balik ke lantai dua, dan nggak
usah ikut campur urusanku dengan Fanti.”
Enam bulan berlalu dan Fanti nggak ada
kabar sejak keluar dari Department Store
Posisi
kasir digantikan oleh Irwan. Radit naik jabatan menjadi pramuniaga. Sedangkan
Mas Eno menjadi admin gudang di bagian sore hari. Bahkan, Mas Eno juga memegang
tanggung jawab yang sama denganku yaitu kemeja dan celana jeans. Mengapa Pak
Awan menempatkanku di posisi seperti ini? Aku heran, padahal satu tanggung
jawab admin gudang memegang satu item stok barang. Mengapa satu stok ada dua
orang. Aku berusaha pertahankan pekerjaan ini demi mencari penghasilan untuk
biaya penelitian dan skripsi.
Konflik besar terjadi di waktu esok sore
ketika Mas Eno pegang shift
“Ghan,
ini kenapa stok gudangnya nggak kamu display?” kata Mas Eno dengan marah-marah.
“Kemarin
pagi aku baru saja melabeli barang gudang, Mas. Terus, banyak supllier datang
yang harus saya ladeni. Jadi, aku display semampuku dulu.” Jelasku.
“Alah
Alesan!!!” Tuh Radit pernah sendirian, bisa kok handle semuanya.” Bela Mas Eno,
“Yah,
tapi kan Radit masih dibantu sama Irwan, karena memang mereka satu shift kan?
Sabtu pagi, semua aku handel lho mas mulai kasir, gudang sampai pemajangan baju
di beberapa manekin. Tangan aku bukan delapan, misal kayak laba-laba gitu
mungkin aku bisa.” Emosiku mulai terlihat.
“Oh,
jadi kamu nuduh Radit dan Irwan nggak profesional? Iri karena jadwalmu
sendirian karena mereka bareng? Harusnya kamu intropeksi sama kerjaanmu, apa
salahnya dirimu sampai Pak Awan menempatkan seperti ini?”
“Yah,
wajar kalau aku iri mas! Selama ini kalian memang benci kan sama aku, kan?
Kalau ada yang nggak cocok itu ngomong di depan Mas. Nggak usah nggerundel
bertiga kayak emak-emak ghibah aja. Kamu cowok Mas, kita semua cowok. Gentle
dong kalau misal ada yang nggak cocok. Kita satu tim, bisa saling tukar saran
dan kritik masing-masing. Nggak kayak gini caranya.”Balasku
“Kamu
pingin secara gentle,” Mas Eno emosi sambil melemparkan hunger besi ke arah
wajahku.
“Mas,
gila ya!! Ini lagi kerja mas, kalau mau ngajak berantem nggak pas waktunya.”
Bentakku seraya menahan emosi.
“Harusnya
kamu inisiatif, kalau pakaian di display lagi kosong, gimana caranya buat diisi
lagi biar gudang nggak semakin penuh. Aku juga admin gudang disini, woy.”
Bentak Mas Eno semakin menjadi-jadi.
Karena
kekacauan ini, Bang Irul yang menjadi petugas keamanan lantai dua langsung
memisahkan aku saat pergantian shift. Perkelahianku jadi tontonan antara
karyawan shitf pagi dan sore yang sedang bertemu.
Tak lama kemudian Pak Rudi memanggilku
dan Mas Eno ke ruangan kantor
Saat
itu, Pak Awan sedang cuti jadi tidak tahu adanya masalah ini. Pak Rudy berusaha
mendamaikanku dengan Mas Eno hingga sampai-sampai disuruh minta maaf satu sama
lain. Setelah Mas Eno mengeluarkan semua unek-uneknya, Pak Rudy memaafkannya
dan menyuruh Mas Eno untuk keluar kantor terlebih dahulu.
Tinggal
aku berdua dengan Pak Rudy di kantor. Sebelum Pak Rudy menjelaskan suatu hal,
ia menerima telepon dulu.
“Iya,
halo…Jangan kesini dulu!” Ia melanjutkan dengan bisikan kata-kata yang sedikit
terdengar di telingaku “Istriku ada di kantor, nanti saja.”
Spontan
aku terkejut dan berasumsi yang lain. Tapi, itu bukan urusanku. Pertanyaan
terbesar yang ingin aku tahu adalah “Apa Pak Rudy akan memecatku?”
“Emmm.”
Gumam Pak Rudy setelah menutup ponselnya dan melanjutkan kata-katanya padaku.
“Misal kamu saya pindah ke posisi lain, nggak di lantai dua ,mau?”
“Yah,
saya bersedia Pak.”
“Kata
Gunawan, kamu mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, benar?”
“Betul
Pak.”
“Misal
saya alihkan kamu ke bagian export import untuk handel supplier dari luar
negeri, kamu bisa?” Tanya Pak Rudy lagi.
“Sangat
bersedia, Pak. Saya pikir Bapak mau pecat saya.”Ungkapku. “Saya minta maaf
kalau menyebabkan kekacauan di lantai dua, Pak.”Imbuhku lagi.
“Yah,
nggak lah, selama kamu nggak menyebabkan department store ini hancur. Saya
sudah pernah menangani kasus karyawan yang lebih parah dari kamu. Saya percaya
kamu orang yang jujur dan bertanggung jawab. Hanya saja, kamu juga perlu mencoba
hal lain agar tidak bosan.” Tandas Pak Rudy.
“Terimakasih,
Pak.”
“Kalau
sesekali menerjemahkan dokumen HRD punya Pak Awan bisa? Daripada saya cari jasa
penerjemah. Sepertinya kamu bisa diandalkan, masalah bonus bisa saya atur.”
Tukas Pak Rudy.
“Baik,
Pak. Trimakasih banyak sudah percayakan tanggung jawab ini pada saya.”
Ungkapku.
“Mulai
besok, kamu beresin dulu dokumen kepegawaian milik Pak Awan. Karena ada
beberapa format proposal dan file yang harus diubah ke Bahasa Indonesia. Jadi,
mulai besok, kamu fokus ke kantor dulu. Jangan pikirkan masalah Eno CS lagi.”
Pak Rudy mendadak memberikan tugas untuk
meminta tanda tangan ke rumah Pak Awan
“Ghani,
hari ini saya boleh minta tolong nggak?” Mendadak Pak Rudy masuk ke kantor
dengan sedikit terburu-buru.
“Hari
ini tolong dahulukan format kepegawaian itu ya! Tolong tejemahkan regulasi
kepegawaian ke Bahasa Indonesia. Dan, saya minta sore ini juga kamu antar
dokumennya ke rumah Pak Awan. Kalau nggak ada orangnya, kamu selipkan di bawah
pintu. Besok, biar dia yang saya suruh kirim dokumennya kesini pagi-pagi.”
Perintah Pak Rudy.
“Baik,
Pak. Siap.”
“Ya
sudah, aku buru-buru mau ke Surabaya. Kamu handel dulu ya!”
Sesuatu mengejutkan saat mengantarkan
dokumen ke rumah Pak Awan
Pak
Rudy memberikanku kartu nama Pak Awan. Ia juga memberikan denah menuju
perumahan Heaven Park Hill. Setelah sampai di kawasan perumahan, aku baru tahu
kalau rumah Pak Awan dekat dengan salah satu depot terkenal yang banyak
dikerumuni pengemudi ojol.
Beberapa
lama kemudian, aku melihat rumah di wilayah Blok B. Tepat di pojok tikungan,
aku melihat papan nama “Mahatir Gunawa, S.Psi.” Rumah bermodel Britanian
Minimalis itu mengalihkan perhatianku. Akhirnya aku langkahkan ke pagar hitam
yang sepertinya tidak dikunci.
Saat
berada di teras rumah, aku terkejut. Di teras rumah Pak Awan, aku melihat ada
sepeda motor dan sepatu milik Fanti. Cuaca sangat mendung dan hujan gerimis
mulai turun.
Beberapa
menit kemudian aku mendengar suara desahan Fanti dari dalam rumah Pak Awan. Pak
Awan meresponnya dengan tertawa dan mendesis agar menutupi suara Fanti. Rasa
percaya tidak percaya berkecamuk dalam pikiranku. Sekali lagi aku menepis
pikiran negatif dan segera meletakkan laporan untuk Pak Awan.
Kuselipkan
laporan di sela-sela bawah meja dan segera kabur. Saking gugupnya, hampir saja
aku menabrak pot besar. Lebih tepatnya hanya bergeser saja. Setelah itu, aku
langsung tancap gas dengan motorku.
Pak Awan bersikap lebih ramah seperti
awal bertemu
Tanggal
gajian telah tiba. Sejak giliranku menerima gaji, Pak Awan bersikap lebih
ramah. Malah, dia diam-diam memberikanku bonus dengan alasan kinerjaku lebih
baik daripada biasanya.
“Maaf,
Pak ini uang apa ya?”Tanyaku heran.
“Ini
benar-benar reward dari saya. Masih ada kejutan lain yang mungkin buat kamu lebih
betah, Ghani.”Ujar Pak Awan.
“Apa
ya Pak?”
“Besok,
Mas Asyik ada waktu setelah pulang kerja?” Tanya Pak Awan.
Aku
berpikir semoga hal ini pertanda baik karena Pak Awan memanggilku dengan nama
Mas Asyik lagi. Kalau personalia yang meminta, aku tak bisa menolak lagi.
“Kalau
misal ketemu secara pribadi di Kafe Delima alun-alun tugu bisa?” Tanya Pak
Awan.
“Boleh
Pak,”
“Motor
kamu taruh dulu di kosan. Pas berangkat ke kafenya bareng pakai mobil saya
aja.” Tawar Pak Awan.
“Baik,
Pak. Terimakasih.”
Kafe Delima Alun-Alun Tugu Malang
“Saya
pesan Cream Soup Chicken Black Pepper sama Lemon Squash. Kamu pesen apa, Ghan?”
“Tahu
telor ada, Pak”Jawabku polos.
“Kamu
ini kok nggak bosen sama Tahu telor. Disini nggak ada. Kalau suka tahu, ini ada
menu Tofu Pokcoy, mau?” Canda Pak Awan.“Terus minumnya apa?” Tanyanya lagi.
“Itu
aja, Pak. Fruit Punch Cocktail. Saya suka buah.” Jawabku lagi.
“Ghani,
aku yakin kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi antara aku dan Fanti. Iya
kan?”Tanya Pak Awan menegaskan.
“Saya
hanya berasumsi saja kok, Pak.” Balasku.
“Dan
asumsimu benar.” Balas Pak Awan.
“Saya
bisa jaga rahasia ini, Pak.” Kataku walaupun sedikit menyakitkan karena
sebenarnya aku naksir sama Fanti tetapi Fanti malah menyukai lelaki beristri.
“Selain
jaga rahasia, saya boleh minta tolong sama kamu, Mas asyik?”
Penawaran Pak Awan
Pak
Awan menjelaskan kalau minggu depan Department Store akan ditutup sementara
dalam waktu tiga hari. Karena mendapatkan untung besar, Pak Rudy mengajak
karyawan untuk rekreasi ke Bali bersama.
“Sebelum
rekreasi, aku ingin kamu bisa menduduki posisi sebagai admin HRD karena Mbak
Rike sudah menyanggupi keputusan untuk dimutasikan ke cabang Pasuruan.”
Ujar
Pak Awan.
“Lho,
apa ini udah didiskusikan dengan Pak Rudy sebelumnya, pak.”
“Masalah
itu bisa diatur, saya bisa rekomendasikan kamu karena alasan kinerja yang
profesional. Tapi, dengan satu syarat.” Pinta Pak Awan.
“Apa
itu Pak?” Tanyaku penasaran.
“Aku
minta tolong supaya kamu mau pura-pura jadi pacarnya Fanti pas liburan. Buat
nutupin kecurigaan istriku. Bukannya aku bohong. Tapi, belum saatnya aku bilang
jujur. Kamu bisa nggak?” Tawar Pak Awan dengan tatapan tajam.
“Ini
keputusan berat Pak. Saya takut kalau artinya saya juga mendukung
perselingkuhan.” Ujarku.
“Ayolah,
Pak Rudy aja berani nikah poligami diam-diam. Jangan munafik dong! Atasan semua
disini banyak yang selingkuh diam-diam. Kalau aku, pasti Fanti juga saya nikahi
atas izin dari istriku. Tapi, waktunya nggak tepat.” Jelas Pak Awan.
‘Tapi…Pak..”
Belum selesai berbicara Pak Awan nyerocos lagi.
“Kamu
mau saya kembalikan ke lantai dua bersama dengan Eno CS atau ikut kelompok saya
bersama Pak Rudy? Pak Rudy tau masalah dan skandal saya. Jadi kamu gak usah
takut! Pak Rudy pasti dukung juga keputusan saya agar kamu bisa jadi admin HRD.
Gajinya 3 kali lipat dari gaji karyawan dengan fasilitas tunjangan dan sepeda
motor yang bisa kamu terima setelah genap 2 tahun bekerja disini.”
Ini
pilihan yang sulit karena aku juga bingung dengan biaya skrispi dan kebutuhan
kos yang nunggak selama dua bulan.”
“Aku
yakin kamu sepakat.” Tawar Pak Awan sambil menawarkan jabat tangan.
Terpaksa
aku menerima kesepakatannya sambil menyahut jabatannya dengan berat hati.
“Aku
anggap kamu deal.” Jawab Pak Awan.
Teman-teman kos menaganggapku sukses
Pak
Awan mulai membelikanku barang-barang mewah seperti baju kantor, sepatu dan
tas. Ini semua karena aku juga akan menduduki jabatan orang-orang kantor di
Department Store.
Pulang
dari kos, aku membawa semua barang yang dibelikan oleh Pak Awan termasuk kue,
snack dan kebutuhan kos tiap hari. Ryan teman satu kamarku terkejut melihat apa
yang kubawa.
“Ghan,
kamu kok mendadak beli banyak gini, dapat gaji gede?”Tanya Ryan sambil
melihat-lihat barang yang kubawa. “Waduh mendadak Sultan nih?” Puji Ryan.
“Kamu
kalau butuh beras, mie dan lain-lain, boleh kok kamu makan juga.” Tawarku.
“Beneran
nih, waduh makasih ya...” Ucap Ryan dengan senang hati.
“Itu
snack-snack, kamu boleh bagi juga sama anak kos lain!”Tawarku. Aku sudah nggak
nafsu makan dan minum semua pemberian Pak Awan karena sama halnya dengan
menyembunyikan kesalahan yang ada.
“Woy,
bro dapat rejeki nomplok dari Ghani, serbu!” Ryan berteriak sampai temen-temen
kos lain banyak yang ambil snack yang diberikan.
Menelepon keluarga di rumah
Saat
ibu mengangkat telepon, ibu sepertinya peka kalau aku sedang ada masalah.
“Kamu
kenapa, Sayang?” Tanya Ibu dengan nada kasihan. “Ibuk kangen, kapan pulang?”
“Ghani
juga kangen Buk…” Jawab Ghani sambil menahan tangis “Ghani janji setelah
liburan kuliah, Ghani bakal pulang.” Imbuhku.
“Kenapa
nangis? Ibu paham pasti kamu ada masalah ya?” Tanya Ibu lagi.
“Nggak
apa Buk, kan udah enam bulan nggak pulang. Pasti kangen masakan Ibuk, adek
juga.” Ghani terisak sekali lagi. Kemudian, aku melanjutkan dengan
berkata,”Maaf ya Buk, kalau Ghani lama nggak pulang karena ambil kerjaan disini
juga yang nggak kenal hari libur.”
“Wis
jangan nangis Le, kalau ada masalah ngomong sama Ibuk.” Kata Ibu
“Nggak
ada apa-apa Buk, pokoknya doakan aku sukses dan bisa segera pulang ke rumah.
Kumpul kayak biasanya.” Jelasku “Ibuk sama adek jaga kesehatan ya! Nggak usah
mikir apa-apa, Ghani baik-baik aja kok disini.” Jelasku lagi.
“Lah
terus uang kos sama kuliahmu gimana Le? Ibuk udah siap lho buat bayar-bayar
ini.” Tanya Ibuk dengan polosnya.
“Buat
tahun depan aja, Buk. Ntar Ghani pas pulang biar duitnya tak bawa aja! “
Sebenarnya, aku ingin menolak uang dari Ibuk. Tapi, aku berbicara seperti itu
biar ibuk lega.
“Yowis
kamu sing sehat yo ndek sana! Jangan lupa sholat!”
“Inggih
Buk, pasti. Salam sama adek ya Buk.” Jawabku.
Liburan ke Bali tinggal beberapa minggu
lagi
Disela-sela
semangatnya persiapan para karyawan untuk berlibur ke Bali. Aku malah ingin
pulang dan kumpul bersama keluarga. Pekerjaanku tidak konsentrasi karena harus
menerima kesepakatan salah dari Pak Awan.
Mbak
Rike datang ke kantor dengan nada yang tidak ramah.
“Semua
laporan ini, kamu selesaikan ya! Semoga puas dengan jabatan barumu ini!” Ucap Mbak Rike dengan nada ketus kepadaku
lalu bergegas pergi.
“Mbak
Rike, bisa kasih contoh buat format laporannya ini gimana ya?” Teriakku
padanya.
“Urus
saja sendiri, ada hape canggih percuma kalau nggak belajar.” Ucap Mbak Rike marah
sambil melangkah keluar.
Rasa
bersalahku semakin besar karena membuat rencana Mbak Rike hancur karena harus
berpisah dengan keluarga akibat mutasi pekerjaannya ke Pasuruan.
***
Jawaban terbaik akhirnya ditemukan
Keluar
dari kelas, aku tidak langsung balik ke kos melainkan tertunduk lesu di gazebo
gedung fakultas pendidikan. Trias ikut duduk di depanku usai jam kuliah
berakhir.
“Lho
Ghan, nggak balik kerja?” Tanya Trias.”Kok tumben kamu duduk-duduk biasanya
buru-buru semangat mau berangkat kerja?” Tanyanya lagi.
“Trias,
aku boleh minta tolong sama kamu nggak?” Tiba-tiba ide itu keluar begitu saja.
“Kita
udah lama kan mau buka jasa penerjemah, bimbingan belajar online sekaligus
privat?” Tanyaku pada Trias.
“Aduh,
itu impian aku memang, tapi kamu kan sibuk padahal kamu juga jago lho ngajar
Bahasa Inggrisnya.” Puji Trias kepadaku.
“Ayo,
kita wujudkan sekarang. “Aku mulai menjelaskan suatu strategi dengan ide yang
akan kujalankan dengan corat-coret di kertas sampai Trias menerima ideku.
“Dandanlah
yang lebih cantik buat sore ini.” Pintaku pada Trias dan memberikannya uang
untuk membeli make up dan baju formal pilihannya.
“What???sore
ini?” tanya Trias dengan terkejut.
“Pliiiis
kan masih jam 5 sore, empat jam lagi.” Pintaku memelas.
Saat senja membawa menunjukkan cahaya
terangnya
Sore
ini sangat cerah. Jam lima sore seperti jam empat sore. Sepertinya, cuaca juga
mendukung rencanaku berjalan dengan lancar. Aku dan Trias sama-sama mengenakan
baju formal dan rapi. Kami berdua dengan yakin memasuki kantor Department Store
dengan mantap. Sungguh, Trias terkesan lebih elegan dari biasanya.
“Ghani,
apa-apaan ini udah jam berapa? Kamu terlambat masuk kantor.” Omel Pak Awan.
“Pak,
saya justru mau membicarakan hal yang penting. Boleh beri saya waktu untuk
bicara dan menjelaskan sesuatu.” Pintaku pada Pak Awan. Pak Awan akhirnya
mempersilahkanku masuk kantornya dan duduk dengan Trias.
“Saya
sudah memutuskan jawaban terbaik, Pak. Sebelumnya saya minta maaf, tapi saya
harus memberi keputusan terbaik bahwa saya….” Aku mengajukan surat kepada Pak
Awan. Pak Awan langsung terkejut setelah melihat surat pengunduran diriku.
“Apa-apaan
ini? Kamu nggak bisa lepas dari tanggung jawab ini secara mendadak dong.”
Bentak Pak Awan.
“Pak
Awan juga kasih kesepakatan secara mendadak, kan?” tanyaku. Oh ya Bu Trias, boleh
bicarakan sesuatu untuk memberikan penjelasan lagi. Kalau misal ada Pak Rudy,
boleh didatangkan juga Pak. “Pintaku Pada Pak Awan. “Atau saya panggil sendiri,
nggak sopan kalau saya nyuruh sosok HRD yang reputasinya hebat seperti anda.”
“Nggak
usah, biar saya telepon Pak Rudy.”
Pak Rudy menerima dengan tenang dan puas
Pak
Rudy datang ke kantor sambil terheran melihat penampilanku dengan Trias.
“Pak
Rudy, maaf kalau mendadak. Sore yang cerah ini, saya memutuskan untuk resign
Pak?” Izinku pada pak Rudy.
“Lho
Ghan, ada apa? Ada masalah?” Tanya Pak Rudy.
“Biar
Bu Trias saja Pak yang menjelaskan dengan kejelasan yang ada. Kalau Bu Trias
nggak berhak masuk di kantor saya, saya jelaskan sendiri juga nggak apa.”
Pintaku.
“Nggak
masalah, Ghan. Saya pasti dengarkan penjelasan dari Mbak Cantik ini.” Jelas Pak
Rudy.
“Perkenalkan
Pak Rudy dan Pak Awan. Saya Trias personalia bimbingan belajar bahasa Inggris –
Wonder Words. Disini saya menjelaskan kalau sebenarnya Bapak Ghani sudah tiga
bulan bekerja di bimbel dan jasa penerjemah ini. Karena jarang absen mengajar
dengan alasan bekerja di tempat lain, saya akhirnya ingin kroscek apa pekerjaan
Pak Ghani sebelumnya. Saya konfirmasi apa status Pak Ghani disini masih sebagai
karyawan?”
“Iya,
benar dan baru saja saya angkat sebagai admin HRD. Apa disana dia ditempatkan
di posisi yang bagus juga?” Tanya Pak Awan pada Trias.
“Pak
Ghani bukan hanya sebagai guru tetapi juga kepala divisi penerjemah untuk
membuat tim penerjemah dokumen yang handal. Oh ya, apa perlu bukti data dan NIK
Pak Ghani? Saya juga punya sertifikat HPI milik Pak Ghani sebagai bukti bahwa
beliau layak bekerja disini karena sesuai kompetensi?” gertak Trias.
‘Nggak
usah Mbak, saya percaya! Tinggal Ghani yang memilih mana pekerjaan yang harus ditinggal?”Tanya
Pak Rudy.
“Maaf,
saya harus pilih bekerja di bimbel ini Pak. Ini alasannya saya memutuskan
resign karena saya harus menegerjakan job ini. Selain itu, saya juga akan
konsultasi skripsi dalam waktu dekat ini.”Jelasku pada Pak Rudy.
“Kalau
begitu, kalian boleh ikut saya ke kantor utama?” Tawar Pak Rudy pada kita
berdua.
Setelah
Pak Rudy mengajak kita berdua. Pak Awan terlihat geram menahan emosinya.
Sepertinya dia akan mengacak-ngacak ruangan setelah aku tinggalkan.
Membuat kesepakatan paling sempurna
“Saya
sangat senang ternyata karyawan saya adalah orang yang berkompeten di
bidangnya. Kalau memang ini keputusan terbaik, saya terima Pak Ghani. Saya
harus sebut Pak karena anda seorang guru sekarang. Silahkan diterima Pak.” Kata
Pak Rudy seraya memberikan amplop agak tebal.
“Apa
ini Pak, gaji saya masih tersisa banyak Pak.” Saya kembalikan amplop tersebut
pada Pak Rudy.
“Ini
bukan gaji anda, melainkan ingin menjadi klien tetap anda untuk menerjemahkan
dokumen dan semua hal pada jasa anda, boleh kan.? Bu Trias pasti juga setuju
kan?” Pinta Pak Rudy pada Trias.
“Terimakasih
banyak Pak, saya yakin Pak Rudy memang orang yang sangat baik bagi semua
karyawannya.” Jawabku.
“Oh
ya Bu Trias, mohon maaf saya boleh bicara empat mata dengan Pak Ghani karyawan
anda.” Izin Pak Rudy pada Trias. Trias mengiyakan seraya izin keluar sambil
membawa dokumen dan amplop pemberian Pak Rudy.
Pak Rudy berusaha mengungkap semuanya
“Ngapain
kamu buat drama seperti ini kalau kamu mau resign?” Tanya Pak Rudy yang
membuatku terkejut.
“Maaf
Pak, tapi benar saya ingin mendirikan jasa translate dan bimbel, kok Bapak tahu
saya bohong?” tanya saya.
“Saya
tahu kamu orang yang jujur. Sekali bohong, bahasa tubuhmu langsung bisa
ketebak. Kenapa resign? Pasti karena Mahatir Gunawan ya?”
“Iya
Pak.” Jawabku gugup “Maaf, Pak, saya sudah bersalah. Tapi, kenapa Pak Rudy
malah kasih uang banyak?”
“Itu
buat usahamu. Saya dukung kamu buat jasa translate. Saya harus jadi klien
pertama yang bantu usahamu berkembang juga. Saya salut sama kamu.” Puji Pak
Rudy.
“Saya
tahu Pak ini salah. Saya lepas tanggung jawab mendadak.”
“Bukan..ini
kesalahan keadaan. Nggak ada yang salah, Ghan. Kamu pasti sudah tahu tentang
aib dan skandal saya dan Awan. Saya juga yakin kamu bukan orang yang suka buka
aib orang apalagi menghancurkan reputasi perusahaan. “ Jelas Pak Rudy. “Saya
paham perasaanmu, pasti ini pilihan yang susah tapi kamu sudah buat keputusan
tepat.” Imbuhnya.
“Saya
tahu Pak, masalah prinsip Poligami itu hak setiap orang. Selama bapak
menghargai prinsip dan keputusan saya, saya juga sangat respect dengan Pak
Rudy. Saya nggak peduli latar belakang masalah pribadi yang bapak punya. Bagi
saya, Pak Rudy orang yang sangat baik, bijaksana dan sangat sayang dengan
karyawannya. Hanya itu yang saya kagum dari Bapak. Kalau masalah pribadi, itu
urusan Bapak sendiri, selama Bapak juga tidak menganggu hidup saya. Saya
benar-benar terimakasih dari hati terdalam buat Pak Rudy.”
Mata
Pak Rudy berkaca-kaca dan merangkulku dengan hangat dan berpesan,”Bagaimanapun
juga kamu karyawan yang jujur dan dapat dipercaya. Jangan meniru apa yang buruk
dari kita semua, ambil sisi positifnya ya, kelak kalau punya karyawan
perlakukan dengan baik juga. “
“Siap,
Pak. Trimakasih.”Balasku dengan tulus.
“Oh
ya, kamu masih bisa kok ikut ke Bali. Kalau ikut? Tiketmu pasti saya ikutkan ke
karyawan lain juga.” Tawar Pak Rudy.
“Trimakasih,
Pak. Saya memutuskan pulang kampung saja dan liburan sendiri sama keluarga.
Sudah lama sekali nggak pulang.”
“Yah,
pasti kangen sekali. Salam ya sama keluarga. Aku doakan kamu bisa sukses bahkan
bisa menularkan ke banyak orang.” Ucap Pak Rudy. “Oh ya, ngomong-ngomong Trias
itu cantik dan kelihatannya dia suka sama kamu, udah cepet lamar daripada
direbut orang lain.” Saran Pak Rudy padaku sambil tertawa.
Pak Awan berdiri mengahadangiku dan
Trias saat hendak keluar kantor
“Suatu
saat kamu akan menyesal keluar dari sini? Cari di Departement Store manapun
nggak ada yang seenak ini fasilitasnya.” Ujar Pak Awan.
“Dan
saya akan lebih menyesal lagi jika saya terus-terusan bekerjasama dengan
kebohongan yang anda tutupi selama-lamanya.” Ucapku enteng.
“Kamu
berani ya….”Pak Awan hampir saja menggampar wajahku. Tapi Trias menghadangku
dan berkata, “Maaf Pak, ini tempat umum. Kenyamanan dan keamanan Pak Ghani
sekarang juga jadi tanggung jawab saya. Jika Pak Awan berani menganggu karyawan
saya, saya berhak adukan ke pihak berwajib. Permisi.” Kata Trias seraya
menyingkirkan Pak Awan secara halus.
Saat
di tempat parkir, Mbak Rike tiba-tiba berlari memanggilu dan berkata,” Maafkan
aku Ghan. Aku kira kamu sama seperti mereka yang suka mainin cewek. Aku marah
bukan karena kamu mau gantikan posisiku. Aku marah karena aku kira kamu mau
bantu rencana busuk Pak Awan. “Ujar Mbak Rike.
“Maafkan
aku Mbak, aku tau kehilangan kejujuran bikin tidak nyaman buatku. Kalau
kehilangan jabatan masih bisa dicapai lagi.” Jelasku.
“Ini
keputusan yang bagus Ghan. Selamat ya keluar dari sarang ular! Kelak aku akan
menyusulmu keluar dari sini!”
“Pikirkan
dulu tapi ya mbak, semoga hati nurani mbak selalu di jalan yang benar.”
“Amiin,
sukses ya Ghan. Kalau jadi bos, aku ya yang jadi sekretarisnya haha.”
Canda
Mbak Rike.
“Ghan,
kalau jasa translate dan bimbelnya mulai digencarkan segera gimana?” Ajak Trias.
“Jelaslah,
klien tetapnya udah dapat kok. Pasti. Gas kan!” Jawabku.
***
Pulang kampung adalah pulang ke tempat
paling indah
Hari
ini teman-teman sedang asyik berlibur di Bali. Semua status WhatsApp, Instagram
dan facebook penuh dengan foto-foto mereka di pantai. Tapi, aku punya cara
liburanku sendiri.
“Alhamdulillah,
Bapak seneng banget. Pertama, program Bapak buat mewujudkan sungai di kampung
jadi wisata lokal terwujud. Nggak sia-sia Bapak ajukan proposal ke pemerintah
desa. Kedua, anak-anak Bapak lengkap berkumpul disini setelah setengah tahun
hanya bisa bicara lewat hape.” Tukas Bapak sebagai relawan di desa sendiri.
“Ibuk
juga lega, Ghani sekarang bisa disini dalam keadaan sehat.” Tambah Ibu.
“Mas
Ghani, ayo keliling sungai lagi. Katanya tadi janji mau belika ikan hias disana.” Kata Sheila kecil sambil
menunjukkan Pak Jono- tetanggaku yang sedang berjualan ikan hias di sungai.
Berkeliling
ke wisata sungai ide dari Bapak ini sangat mengesankan. Apalagi jalan-jalannya
dengan keluarga.
“Mas,
naik perahu yuk?” Ajak Sheila lagi.
“Walah,
nduk mau tuku ikan hias saiki njaluk numpak perahu.”
“Biar
toh Buk, apa ibuk juga mau naik sama Bapak? Aku sama Sheila, ntar biar Ghani
yang bayar semua sewa perahunya. Mau ya Buk, kapan lagi lho bareng-bareng.”
Ajakku sama Ibuk.
“Ayo
Buk, ntar balapan Bapak sama Mas Ghani.” Ajak Sheila.
“Ayo,tumbas
iwak sek yo Shel?”
“Iyo,
Mas.”
Aku
dan Sheila menghampiri Pak Jono buat beli ikan hias.
“Mas,
aku milih yang merah yo?”
“Sak
karepmu Sel.”
“Aku
tumbas pisan, yang hijau Pak.”
“:Lho
kok beli ikan juga Mas?”
“Yo
Mas juga pingin toh Shel.”
Aku
dan Sheila menaiki perahu dan mulai kudayung dengan perlahan-lahan. Tapi, Bapak
dan Ibuk sudah menyalip duluan,. Ibuk terkihat ketakutan tetapi bapak terus tertawa.
“Yah,
Mas kalah disalip Bapak.” Keluh Sheila.
“Wis
toh Shel! Ini bukan balapan, dinikmati saja perjalanan perahunya.”
Kuhentikan
sebentar perahu di tepian sungai yang sudah dibersihkan menjadi sungai yang
bening ini. Kukeluarkan botol yang berisikan ikan hias tersebut dan
perlahan-lahan mulai kulepaskan ke dalam sungai.
“Loh,
Mas. Kok ikannya dilepas? Eman toh, ikannya bagus?” Tanya Sheila dengan cemas.
“Menurut
orang lain, ikan-ikan ini bagus dan indah sampai kepingin dibeli. Tapi, kamu tahu
gimana perasaan ikan tersebut? Bagi orang terlihat indah, tapi bagi dia sendiri
merasa bosan dan terkurung. Mereka juga berhak melihat keindahan yang lebih
bebas dari keindahan yang dilihat manusia pada ikan-ikan ini.” Jelasku.
“Sama
seperti pengalamanku sebelumnya. Bagi orang lain, pekerjaanku sangat nyaman,
diincar banyak orang dan susah didapat pada posisi itu. Tapi jika kenikmatan
itu dinikmati dengan satu syarat yang mengurung kebebasanku, lebih baik
kulepaskan saja untuk menemukan kenikmatanku sendiri. Ini waktunya terlepas
dari sangkar, akuarium atau botol sekalipun. Dan, keindahan dan kenikmatan ini
hanya bisa dirasakan dengan caraku sendiri. Ikan-ikan itu juga punya cara
menikmati hidup mereka.
“Mas,
aku juga kasian. Kepingin tak lepas juga ke kali.” Kata Sheila.
“Kalau
Sheila masih sayang ikannya, bawa pulang gak apa-apa. Mas Ghani memang sudah
niat melepas ikannya dari tadi.” Ujarku.
“Yah,
botol ikannya jatuh, Mas.”Keluh Sheila tanpa sengaja menjatuhkan ikan
sebotolnya ke sungai.
“Ya
wis dek, berarti memang ikannya ditakdirkan bebas. Nah, Sheila aja bebas sama
keluarga keliling sungai. Masa ikannya nggak boleh keliling sungai juga cari
teman dan keluarganya?” Balasku.
“Iya,
Mas. Ayo susul Bapak dan Ibuk.” Ajak Sheila.
Beberapa
menit, dering hape berbunyi ting dan muncul notifikasi pesan DM.
“Mas,
saya mau ngelamar di Stars Department Store, apa gaji dan situasi kerja disana
enak? Kalau boleh tau gaji dan jenjang karirnya gimana ya?
Seseorang
bertanya tentang postingan lowongan pekerjaan tentang rekrutment staf gudang di
Department Store. Hal ini karena Eno CS berencana akan dipecat oleh Pak Rudy
setelah liburan. Pak Rudy menyuruhku untuk memposting lowongan ini secepatnya
tanpa sepengetahuan mereka bertiga.
“Ah,
nggak penting.” Ucapku setelah membaca pesan ini tanpa membalasnya. “Yuk Shel,
nyusul Bapak sama Ibuk, habis ini sewa sepeda pancal sama foto-foto ya!”
“Ayooooook!”
teriak semangat Sheila.
Akhirnya
keinginan menenggelamkan ikan dalam sungai terwujud. Menenggelamkan terkesan
kejam, padahal itu adalah suatu kebebasan bagi ikan sendiri. Mengundurkan diri
terkesan tak bertanggung jawab tapi ini kebebasanku yang ingin kugapai sebelum
menemukan petualangan lagi.
~Sekian~
Comments